Senin, 31 Agustus 2009
Tumpahan CPO Tanker Phlilipina Cemari Perairan Dumai
Ahad, 30 Agustus 2009
Perairan Dumai tercemar sejak kemarin. Tumpahan CPO yang diangkut sebuah kapal tanker berbendera Philipa sebagai penyebab.
Riauterkini-PEKANBARU- Diperkirakan 2 ton Crude Palm Oil (CPO) tercurah ke perairan di Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Dumai dari kapal tangker Marion Lopaz berbedera Philipina. Insiden CPO tertumpah ke laut terjadi sekitar pukul 6.00 WIB, Sabtu (29/8/09) kemarin dan pada pukul 15.00 WIB petang kemarin kapal tersebut sudah melanjutkan pelayaran.
Berdasarkan informasi yang dihimpun riauterkini dari sejumlah sumber. Sampai hari ini, Ahad (30/8/09) masih banyak warga masyarakat yang mengumpulkan tumpahan CPO untuk dijual kepada pengumpul. Mereka cukup beruntung, karena setiap kilogram CPO diberi pengumpul Rp 1.250 sampa Rp 1.500.
Sementara menurut Humas Pelindo II Dumai M Syarif, saat ini seluruh CPO yang tertumpah sudah berhasil dibersihkan. “Sudah bersih sejak kemarin. Kalau ada warga yang masih mencari tumpahan CPO, itu dilakukan di tepi. Bukan di perairan,” kilahnya saat dihubungi riauterkini.
Syarif juga melusurkan anggapan yang menyebut terjadi tumpahan CPO dari tanker Philipina tersebut, yang benar terjadi kesalahan saat pengisian CPO di mana pipa pemasok sempat kurang tepat memasanganya.***(mad)
PT CPI Diganjar Denda Rp 2 Miliar
Hal ini terungkap Senin (31/8) di Jakarta dalam sidang pembacaan putusan terhadap dugaan pelanggaran pasal 22 UU Nomor 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta. Sidang dipimpin Ketua Majelis Komisi Tadjuddin Noer Said. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, Majelis Komisi menyatakan PT CPI sebagai terlapor I terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 22 UU Nomor 5/1999.
Dalam perkara ini, PT CPI yang menjadi panitia lelang diduga melakukan persekongkolan dan memfasilitasi peserta lelang untuk mengatur calon pemenang lelang.
Lelang jasa-jasa kebersihan dan pelayanan dalam gedung di Duri-Dumai, Riau merupakan lelang paket I di lingkungan PT CPI dengan pagu mencapai 5.372.366 dolar AS. Sedangkan untuk lelang Rumbai-Minas, Riau merupakan paket II dengan pagu sebesar 4.422.284 dolar AS.
Lelang yang diumumkan pada 2007 ini akhirnya dimenangkan oleh PT NIS untuk paket I dan II. Namun, PT NIS akhirnya memilih untuk mengambil paket II saja. Kemudian paket I diambil oleh PT Avia. Dalam putusannya, Majelis Komisi juga menyatakan seluruh terlapor peserta lelang bersalah dan melanggar pasal 22 UU Nomor 5/1999. Pasalnya, peserta lelang terbukti membuat Surat Kesepakatan Bersama untuk mengatur dan menentukan peserta lelang.
Manager Communications & Media Relations PT Chevron Pacific Indonesia, Hanafi Kadir yang dihubungi melalui selulernya mengatakan, CPI sudah mendapat informasi tersebut, namun belum menerima salinan keputusan. ‘’Kami telah mendengar tentang keputusan itu hari ini, namun kami belum menerima salinan keputusannya dan akan mempelajarinya,’’ katanya.(hen)
Pemprov Jangan Paksakan SPR
PEKANBARU-Sikap ngotot Pemprov Riau memberikan hak pengelolaan Blok Langgak kepada PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) terus mengundang keheranan banyak pihak. Selain memang core bisnis PT SPR bukan di bidang perminyakan, BUMD Pemprov Riau itu diragukan kesiapannya untuk mengelola ladang minyak yang akan ditinggalkan PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) akhir tahun ini. "Dari dahulu mereka selalu bilang semua syarat-syarat sudah beres. Apanya yang beres, toh gagalkan?" kata anggota Komisi B DPRD Riau Syamsul Hidayah Kahar dengan nada ketus kepada Riau Mandiri, Senin (31/8), menanggapi pernyataan Kadistamben Riau Abdul Lafiz yang menegaskan Pemprov Riau siap untuk mengelola Blok Langgak setelah perpanjangan kontrak Chevron berakhir. Menurut Syamsul lagi, jika memang PT SPR yang ditunjuk Pemprov mengelola Blok Langgak tak siap, tidak usah dipaksakan."Jka memang tidak sanggup serahkan saja kepada PT Riau Petroleum. Toh secara core bisnis Riau Petroleum lebih tepat. Kalau persoalan Dirut PT Riau Petroleum tidak sejalan dengan Pemprov, ya diganti saja," kata Syamsul Hidayah.
Kadistamben Riau Abdul Lafiz secara terpisah kemarin sesumbar mengatakan Blok Langgak sudah dipastikan akan didapati Riau, setelah kontrak perpanjangan Chevron berakhir nanti. "Ini bukan masalah rebut-merebut lagi. Blok Langgak itu sudah pasti diserahkan kepada Riau. Kan seperti yang disampaikan Menteri saat acara 11 miliar barer produksi minyak Chevron beberapa waktu lalu," tandasnya. Dikatakan Lafiz sesuai pernyataan Menteri ESDM dalam acara 11 miliar barel, Pemerintah Pusat memastikan Blok Langgak akan diserahkan kepada Pemprov Riau setelah kontrak perpanjangan satu tahun Chevron berakhir akhir tahun 2009 ini.
Tinggal Tunggu SK
Kasubdin Kelistrikan dan Sumberdaya Mineral Distamben Riau Abdi Haro dalam kesempatan terpisah mempertegas ucapan atasannya itu. Kata Haro, pengelolaan Blok Langgak oleh PT SPR tinggal menunggu SK dari Menteri ESDM. Joint Study yang telah berlangsung sekitar empat bulan lalu saat ini tengah dilakukan finalisasi pengujian oleh tim dari Dirjen Migas dan tim independen yang ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Migas. "Biasanya perusahaan yang sudah joint study yang yang tidak diterima untuk mengelola, karena joins study ini melibatkan tenaga yang sudah pakar dan profesional," ujarnya.
Lebih jauh dijelaskan Abdi Haro, joint study ini dilakukan dengan lima lembaga independen, yakni ITB, UPN Veteran Yogyakarta, Tri Sakti, Unpad dan UGM. Untuk memperoleh joint study ini, sesuai dengan PP nomor 040 tahun 2006 tentang tata cara penawaran wilayah kerja Migas diantaranya harus menyetorkan uang sebesar US$500.000 (sekitar Rp5 miliar), kemudian BUMD menyiapkan laporan singkat geologi, geofisika lokasi wilayah. Kemudian menyiapkan peta standar perminyakan, yang juga dibuat oleh Dirjen Migas. Menyiapkan laporan keuangan pembiayaan, SDM, tekhnis dll, serta rencana pengembangan ke depan. "Ini disampaikan kepada pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber daya Mineral," ujarnya. PT SPR menurut Abdi sudah menyiapkan persyaratan ini sehingga dapat dilakukan joint study. Sementara PT Riau Petroleum belum memenuhi persyaratan ini sehingga belum sampai ke joint study dan diproses untuk memperoleh mengelola wilayah perminyakan.
Kesalahan Riau
Tokoh Masyarakat Riau yang juga pengurus Forum Komunikasi Masyarakat Riau (FKPMR), Al Azhar menilai, lepasnya Blok Langgak ke 'pangkuan' PT Chevron beberapa waktu lalu, bukan kesalahan Menteri ESDM. Dulu, kenang Al Azhar, blok Langgak itu mau dilelang pemerintah pusat, lalu Riau memberontak dan yakin mau mengambil alih blok langgak, akibatnya pemerintah pusat pun melemah. "Pemerintah pusat pun meminta pemprov mengajukan perusahaan untuk kelola blok langgak," ujar Al Azhar. Namun ketika itu yang diajukan PT SPR. Hal itu juga jadi pertanyaan Al Azhar karena PT SPR dinilai tak memenuhi persyaratan untuk mengelola bidang perminyakan. Di sisi lain Riau mempunyai PT Riau Petroleum. Karena tarik-menarik itu, Pusat akhirnya kembali memperpanjang kontrak Chevron di Blok Langgak. "Persoalannya ada pada kita, bukan pada kementerian ESDM," sebut Al Azhar.
Pengamat ekonomi Riau Edianus Herman Halim memilih berharap agar Blok Langgak tidak lepas lagi dan bisa dikelola Riau. "Mudah-mudahan blok langgak dikelola oleh Riau. Jangan sampai blok langgak dikelola, oleh pihak lain lagi, karena untuk kemaslahatan Riau," katanya. Anggota DPRD Riau dari Fraksi PKS Syafruddin Saan juga menekankan Pemprov Riau lebih serius mendapatkan Blok Langgak di tahun ini, jangan sampai gagal lagi. Sebab,kontrak perpanjangan Chevron sudah berjalan lebih 6 bulan dan segera akan berakhir. "Yang penting rebut blok itu dulu, persoalan BUMD mana yang akan mengelola kita lihat nanti," tandasnya. (tim)