Selasa, 04 November 2008

KTRBT Blokir Lahan

KTRBT Blokir Lahan
RANTAU- BAIS-Setelah lebih dari sebulan semenjak pertemuan terakhir antara Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KTRBT) dengan PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) yang dimediasi Polsek Tanah Putih, ternyata tidak menemukan perkembangan berarti. Karena itu, KTRBT memblokir areal sengketa tersebut, Rabu (4/4). Sikap tersebut diambil KTRBT dengan alasan, sebanyak 65 SKT warga, dengan luas 130 ha berada dalam status quo. Demikian halnya dengan lahan di Limpah Kepenghuluan Unjung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, terdapat sekitar 600 ha yang belum diganti rugi, sehingga juga berstatus quo. Akan tetapi, PT CPI tetap berOperasi.

Pantauan Riau Mandiri di lapangan, Rabu (4/4), di Simpang Batang, Rantau Bais dan Limpah, Kepenghuluan Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, tampak puluhan warga dan pengurus KTRBT sudah mendirikan tenda, sejak Selasa (3/4) kemarin. Di Simpang Batang, pengurus KTRBT telah memblokir jalan menunju areal lahan seluas 130 ha, dengan memblokir lima pintu masuk. Sedangkan di Limpah Kepenghuluan Ujungtanjung, pihak KTRBT melakukan pemblokiran terhadap empat pintu masuk. Menurut Masran Djasid, Ketua KTRBT, pihaknya telah memenangkan perkara ini di Pengadilan Negeri Dumai dan Pengadilan Tinggi Riau. "Sekarang prosesnya sedang di Mahkamah Konstitusi (MK)," terangnya. sementara itu, manjemen PT CPI terlihat belum mau menangapi soal pemblokiran tersebut. Tampak beberapa mobil yang melintas di lokasi, namun tidak berbuat apa-apa. Bahkan, mobil PT CPI tidak diizinkan masuk ke lokasi oleh KTRBT. Di pintu masuk areal, terlihat warga memasang spanduk. Spanduk ini dilengkapi dengan peringatan ancaman hukum, yaitu KUHP 551. Sementara itu, warga yang memblokir terlihat juga menyediakan peralatan masak seperti kuali, periuk dan persediaan beras serta lauk pauk. "Kami tidak akan mundur setapak pun, sebelum PT CPT mengganti rugi lahan kami. Kamin sudah 9 tahun terus dibohongi perusahaan ini," kata warga.

Ketua KTRBT, Masran Djasid ketika ditemui Riau Mandiri di lokasi mengatakan, PT CPI memang tak berniat menyelesaikan persoalan tersebut. "Buktinya, dalam pertemuan di Mapolsek Tanah Putih, mereka tak mau turun kelapangan untuk mengukur ulang lahan yang belum di ganti rugi. Bahkan usulan Kapolsek sebagai mediator waktu itu, tidak mereka terima. Pihak CPI keberatan biaya pengukuran dibagi dua dengan KTRBT. Padahal, kami dari KTRBT bersedia mengeluarkan dananya. Dasar mereka tidak punya niat baik. Jadi, kami terpaksa melakukan pemblokiran," jelas Masran Djasit. Sekretaris KTRBT,`H Arifin Achmad menyatakan hal yang sama. Menurutnya, CPI terlalu arogan dan sudah menyengsarakan masyarakat. Masyarakat yang mengelola sawit di KTRBT sudah seharusnya menikmati hasilnya. "Namun karena persoalannya tidak ada kejelasan, maka kami yang jadi korban," jelas Arifin Acmad.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan, kalau memang CPI berniat baik, tentu tidak arogan. Terkait ganti rugi lahan, pihak KTRBT telah menerima surat perintah bayar dari Pemkab Rohil, BP Migas dan DPR RI. "Namun tetap tidak direalisasikan. Kita mencuroigai adanya konspirasi dalam tubuh manajemen PT CPI," duga Arifin Achmad. Peringatan Dalam pada itu, penasehat KTRBT Ucok Harris S, menyebutkan PT CPI harus diberikan peringatan, karena sudah menginjak-nginjak dan membuat penderitaan masyarakat. "Kesombongan dan arogansi PT CPI terlalu tinggi," jelas Ucok Harris. Ucok menambahkan, persoalan ini akar masalahnya adalah oknum di bagian Manager Line meter PT CPI, di Rumbai, bernama Edi Bestari.

"Semenjak menjabat dengan posisi tersebut, persoalan ganti rugi lahan, semakin tak jelas dan bermasalah. Saya minta Edi Bestari menyesuaikan perkataan dengan perbuatan," tegas Ucok Harris. Dijelaskan Ucok Harris, 9 tahun penderitaan warga, khususnya KTRBT. "KTRBT sudah bosan menerima janji-janji palsu. Edi Bestari harus bertanggung jawab atas hal ini," tambah Ucok Harris. Hingga berita ini diturunkan, pengurus KTRBT masih menduduki lokasi lahan dan menyatakan tetap bertahan. "Kita akan terus di sini, sampai PT CPI mengabulkan tuntutan, baru aksi tersebut dihentikan," kata Ucok Harris. Sebelumnya Humas PT CPI, Nugroho membantah lahan yang dimaksud belum diganti rugi. Menurutnya, lahan tersebut memang tidak diganti rugi, karena sudah ada kesepakatan awal antara PT CPI dengan KTRBT, disaksikan Upika sebelumnya.

Lebih lanjut dijelaskan Nugroho, dari 65 SKT seluas 130 ha, yang dimaksud KTRBT, ternyata di luar SKT seperti yang dimaksudkan. Menjawab pertanyawan seandainya warga terus melakukan pemblokiran, karena tidak ada kesepakatan, Nugroho akan menyerahkannnya pada aparat keamanan.(Ial)
Riau Mandiri, Kamis ,05 April 2007, Jam : 10:36 AM

KTRBTB Masih Blokir Lahan

RANTAU BAIS-Hingga Minggu (8/2), PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) belum mengabulkan permintaan Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KT RBT) tentang gant rugi lahan, sebanyak 65 SKT atau 130 ha. Karena itu, KTRBT masih bertahan memblokir jalan pada 5 pintu masuk. selain itu, rencanannya, Senin (hari ini,red), Polres Rohil akan memanggil KTRBT. Demikikan dikatakan penasehat KTRBT, Ucok Harys Sinaga, kepada Riau Mandiri yang ditemui di lokasi pemblokiran lahan di Simpang Batang,Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Minggu (8/4) kemarin. Dijelaskan Ucok, kalau CPI tidak mengabulkan permintaan warga dalam hal ganti rugi lahan, maka pengurus KTRBT tetap akan memblokir lahan. "Kami tidak akan mundur setapakpun," tegasnya. Ditambahkan Ucok Sinaga, perjuangan KTRBT sudah hampir sepauluh tahun dan samapai sekarang tidak menemukan kejelasan. "Seakan CPI menginjak-nginjak hak warga di sini," jelasnya.

Pantauan Riau Mandiri kemarin di Simpang Batang, Rantau Bais dan Limpah, Kepenghuluan Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, tampak warga yang terdiri dari pengurus dan anggota KTRBT masih menduduki dan mendirikan tenda. Di Simpang Batang, KTRBT telah memblokir jalan menunju lahan seluas 130 ha dengan memblokir lima pintu masuk. Sedangkan di Limpah, Kepenghuluan Ujungtanjung, menurut pengurus KTRBT juga belum adan ganti rugi lahan seluas 600 ha. Pada pintu masuk tersebut, warga memasang spanduk, 'dilarang masuk sesuai pasal KUHP 551'. aksi pemblokiran ini, juga dilengkapi warga dengan peralatan masak dan persediaan beras, serta lauk pauk.

"Kami sudah capek 9 tahun dibohongi oleh perusahaan ini," kata warga. n jon(n jon)
Riau Mandiri, Senin ,09 April 2007, Jam : 11:32 AM

Sengketa Lahan KTRBT Dengan PT CPI

BAGANSIAPIAPI-Terkait sengketa lahan antara Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KTRBT) dengan PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) yang sebelumnya dimediasi Polsek Tanah Putih, ternyata belum diketahui Asisten I Tata Pemerintahan Kabupaten Rohil, Ir Asmirin Usman. Namun demikian, dia akan mengumpulkan data-data terkait serta mempelajarinya. Demikian dikatakan Asmirin Usman, kepada Riau Mandiri,belum lama ini. Menurut Asisten yang baru sekitar dua bulan lebih menjabat Asisten, dirinya belum tahu persis permasalahan tersebut. "Saya baru bertugas di Pemkab Rohil sebagian Asisten, jadi saya belum tahu permasalahn tersebut. Kita akan coba pelajari persoalan tersebut," kata Asmirin yang sebelumnya sempat menjabat Kadis Kimpraswil Kota Dumai. Seperti diberitakan sebelumnya, pertemuan antara KTRBT dengan PT CPI yang dimediasi Kapolsek Tanah Putih, tidak mencapai kesepakatan. Karena itu, KTRBT memblokir lahan sengketa tersebut, sampai hari ini.

Versi KTRBT, lahan yang belum digantirugi PT CPI sebanyak 65 SKT seluas 130 ha dan dinyatakan status quo. Sedangkan menurut PT CPI, lahan tersebut sudah diganti rugi. sebagaimana dikatan Humas PT CPI Nugroho. Nogroho menyebutkan, lahan sengketa itu memang tidak diganti rugi karena ada kesepakatan awal antara PT CPI dengan KTRBT disaksikan Upika. Dari 65 SKT dengan luas 130 ha lahan yang dimaksudkan KTRBT ternyata diluar SKT yang dimaksudkan KTRBT. jon(jon)
Riau Mandiri, Sabtu ,14 April 2007, Jam : 10:51 AM

Tanah Konsesi Hambat Pembangunan

CPI Abaikan Hearing DPRD
DUMAI–Keberadaan tanah konsesi milik PT Chevron Pacivic Indonesia (CPI) di pusat Kota Dumai, menghambat proses pembangunan, sebab pemerintah maupun investor yang berminat membangun, terkendala status lahan. Menyikapi ini, DPRD Kota Dumai melayangkan undangan hearing pada manajemen PT CPI. Sayangnya, manajemen terkesan mengabaikan dan tidak menghadiri hearing tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Dumai Hasrizal, Kamis (24/5). Dikatakannya, selaku komisi yang membidangi persoalan itu, pihaknya menyesalkan sikap PT CPI yang sepertinya tidak menghargai lembaga perwakilan rakyat. ”Seharusnya PT CPI hadir dalam hearing, Rabu (23/5). Ini menyangkut kepentingan daerah dan kita ingin kejelasan status lahan tersebut. Sementara yang lainnya, seperti PT Pertamina, BPN, Badan Pertanahan Dumai dan PT Patra Dock hadir. Justru PT CPI yang terkait persoalan ini tidak hadir,” ujar Hasrizal. Menurut Hasrizal, mestinya PT CPI hadir dalam hearing tersebut, karena perusahaan itu paling bertanggung jawab dalam masalah tanah konsesi.

Selama ini, masyarakat sering kebingungan dengan tanah konsesi. Saat menggarap maupun mengunakan lahan untuk perumahan, rasa was-was terus menghantui. “Hearing ini bertujuan untuk menjelaskan itu. Mereka kita lihat tidak akomodatif. Kita akan layangkan panggilan berikutnya. Kalau tetap tidak mengindahkan, kita akan upayakan panggil paksa melalui mekanisme yang ada,” tegas Hasrizal.

Diungkapkan Hasrizal, dari informasi yang diperolehnya, masa berlaku Hak Guna Usaha (HGU) yang dulunya sempat diperpanjang PT CPI ke BPN Provinsi Riau, sudah berakhir. Dengan demikian, maka tanah konsesi yang sebelumnya dikuasai PT CPI beralih menjadi aset Pemko Dumai. “Saat ini lahan tersebut sepenuhnya dikuasai Pemerintah Kota Dumai,” sebutnya.

Informasi berbagai sumber, tanah konsesi milik PT CPI tersebar di sejumlah titik. Diantaranya, di Kawasan Bukit Batrem I dan II, sebagian daerah Bumi Ayu hingga lokasi perumahan Bukit Cahaya, lapangan depan eks kantor Walikota, depan Kantor Bulog, seputaran Jalan Merdeka Baru, belakang eks kantor Walikota, Perumahan Pemda Jalan Kesehatan , Jalan Air Bersih, sampai tanah di areal Kodim 0303/Bkls, serta Jalan Sudirman hingga Simpang Jalan Merdeka.(fai)
Riau Mandiri, Kamis ,24 Mei 2007, Jam : 21:27 PM

PT KLP Siap Bertanggung Jawab

PEKANBARU-PT Karya Lestari Perkasa (KLP) mengaku siap bertanggung jawab bila tudingan masyarakat Sakai bahwa perusahaannya melakukan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Sungai Batang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis, terbukti. Untuk itu mereka akan menunggu hasil pengambilan sampel yang dilakukan Bapedalda Bengkalis.

Penegasan itu disampaikan Project Manager PT KLP Sukriyanto Mhmd kepada sejumlah wartawan di Pekanbaru, Sabtu (26/5). "Kalau hasil penelitian Bapedalda menyatakan positif dan itu dikuatkan keputusan hukum, kami bersama PT CPI (Chevron, red) akan bertanggung jawab," kata Sukriyanto.

Namun begitu, katanya, mereka sebagai perusahaan yang diberi kontrak kerja pengolahan limbah ex drilling mud (bekas pengeboran, red) oleh PT CPI selama ini telah melakukan kerja sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup. Semua limbah dibawa ke area pengolahan untuk diproses.

Hasil pengolahan itu berupa lumpur, air bersih dan residu padat. Lumpur yang sudah tidak berbahaya dan air dikembalikan ke lingkungan. Sedangkan residu padat dijadikan batu batako untuk dipakai di lingkungan sendiri. "Jadi kami tidak ada membuang limbah B3 ke lingkungan," tegas Sukriyanto, mantan pegawai CPI yang minta pensiun muda ini.

Dijelaskan oleh Sukriyanto, PT KLP mulai kontrak sejak awal 2006 dan akan berakhir 2008. Karena itu, dia meminta semua pihak bisa memandang jernih masalah ini seperti sejak kapan masalah limbah itu dan juga tempat pengambilan sampel limbah. "Apa benar limbah itu berasal dari area kerja kita. Ini perlu diperhatikan," tanya Sukri.

Syukriyanto menambahkan, selain sangat mematuhi semua Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digariskan PT CPI, perusahaannya juga sudah sangat akomodatif dengan warga tempatan. "Sebelum masalah ini mencuat, dari 17 karyawan di Arak Field, 5 dari warga Sakai. Dua karyawan tetap sebagi sekuriti dan 3 harian sebagi supir. Namun 3 orang itu sudah mundur saat kita sudah setuju menjadikan mereka pegawai tetap," tutur Sukri yang juga pernah menjadi konsultan itu.

Dia juga mengeluhkan tidak kondusifnya lingkungan kerja padahal selama ini sudah berusaha menjalin hubungan baik dengan tokoh masyarakat tempatan. "Kami akui perusahaan juga mempunyai keterbatasan. Tapi, marilah kita saling pengertian dan mencari penyelesaian secara win-win solution," katanya.

Dikirim ke Jakarta Sementara itu, Kepala Bapedalda Bengkalis H Nursidin Z yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya mengatakan, sampel yang diambil sudah dikirim ke Jakarta untuk diteliti. "Penelitiannya kita lakukan di Jakarta karena ini menyangkut dugaan pencemaran limbah B3," katanya.

Selain itu, kata Nursidin, untuk masalah limbah B3 ini, memang segala perizinan dan amdalnya dari Menneg Lingkungan Hidup. Sedangkan kewenangan kabupaten/kota hanya sebatas pengawasan dan pemantauan. "Namun begitu, kita tetap akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dari masyarakat," katanya.

Menyinggung hasil pemeriksaan dan sanksi yang bisa dikenakan, menurut Nursidin, belum bisa memastikannya jadwal pastinya. "Biasanya pemeriksaan sampel selama 21 hari. Namun untuk limbah B3 bisa saja lebih lama lagi. Sedangkan mengenai sanksi itu adalah kewenangan Menteri KLH," jelasnya.

Seperti diberitakan, bebeberapa waktu terakhir warga Sakai, di Duri menyatakan telah tercemarnya sungai Batang Pudu oleh limbah B3 hasil pembuangan PT KLP, sebuah kontraktor khsusus pengolahan limbah bekas eksplorasi yang bekerja untuk PT CPI. (sri)

Riau Mandiri, Minggu ,27 Mei 2007, Jam : 23:48 PM

Dana Investor di 11 Blok Migas Sekitar 426,47 Juta Dolar Terbuang Sia-sia

JAKARTA-Dana investasi yang nilainya mencapai lebih kurang 426,47 juta Dolar AS untuk 11 blok migas di Indonesia, terancam terbuang sia-sia. Hal ini menyusul akan habisnya masa kontrak eksplorasi di blok-blok tersebut yang belum diperpanjang pengelolanya.

Demikian yang tertuang dalam Katalog Profil Kontraktor Kontrak Kerja Sama Status Eksplorasi (Status 31 Desember 2006) yang dikutip pada, Minggu (27/5). Sebelumnya, Dirjen Migas Luluk Sumiarso mengakui ada sekitar 11 kontrak blok migas yang akan habis pada tahun ini. Sedangkan Direktur Hulu Ditjen Migas R Priyono menyatakan kontrak-kontrak tersebut adalah yang ditandatangani pada tahun 1997.

Ke 11 blok tersebut adalah pertama Blok Bengara-II di Kalimantan Timur yang dikelola Continantal-Geopetro. Blok ini telah memakan investasi 5,039 juta Dolar AS. Blok Binjai di Sumatera Utara yang di kelola Telaga Binjai Energi, investasi mencapai 5,236 juta Dolar AS. Blok Korinci Baru di Sumatera Tengah yang dikuasai Kalila Ltd. Invetasi Kalila telah mencapai 12,357 juta Dolar AS. Blok Madura Offshore yang dikuasai Santos sebanyak 75 persen. Di blok ini, investor sudah menggelontorkan 50.033 juta Dolar AS.

Selanjut, Blok North East Natuna di Laut Natuna yang didominasi saham Titan Resources. Investasi sebesar 14,529 juta Dolar AS telah dikeluarkan untuk mengeksplorasi blok ini. On Shore Blok Madura, Jawa Timur yang dikelola JOB Pertamina-Medco Madura. Mereka telah menghabiskan investasi sebesar 16,020 juta Dolar AS. Berikurnya, Rapak di Lepas Pantai Kalimantan Timur yang didominasi Chevron. Investasi yang sudah dikeluarkan mencapai 244,414 juta Dolar AS. Jumlah ini adalah yang terbesar diantara semua blok yang terancam diputus.

Kemudian Blok Saliki di Lepas Pantai Kalimantan Timur yang dimiliki Total Saliki dan Inpex Off Northwest Mahakam sebesar masing-masing 50 persen. Di blok ini dana yang sudah dikucurkan mencapai 5,136 juta Dolar AS. Blok Sebuku di Lepas Pantai Kalimantan Selatan yang dikuasai bersama Pearl Oil dan Fuel-X Sebuku (masing-masing 50 persen). Biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengeksplorasi sampai 14,397 juta Dolar AS. Blok Tanjung Jabung yang tercantum milik Petronas Carigali sebesar 90 persen dan sisanya milik Consolidated Energy (10 persen). Investasi yang sudah dikeluarkan mencapai 15,031 juta Dolar AS. Terakhir, Blok Wokam yang dioperatori Korea National Oil Corporation (KNOC). KNOC memiliki 80 persen saham di blok ini, sisanya dimiliki Frontier Wokam Corp. Dana yang sudah dikucurkan mencapai 10,265 juta Dolar AS. ( dtc,tdb)
Riau Mandiri, Senin ,28 Mei 2007, Jam : 10:36 AM

Warga Sakai Mengadu ke DPRD Riau

PEKANBARU-Seratusan warga dari Kelurahan Pematang Pudu dan Desa Petani, Kecamatan Mandau Bengkalis, mengadu ke DPRD Riau dan mendesak DPRD segera turun ke wilayah mereka membuktikan adanya dugaan pencemaran di Sungai Batang Pudu yang dilakukan PT Karya Lestari Perkasa (KLP), kontraktor dari PT Chevron Pacific Indonesia.

Sejak tercemarnya Sungai Batang Pudu masyarakat terserang berbagai penyakit kulit dan kehilangan mata pencaharian. Sebab keberadaan sungai yang melintasi kedua pemukiman masyarakat suku Sakai itu menjadi sumber mata kehidupan masyarakat setempat sejak bertahun-tahun lalu.

Kehadiran sejumlah warga Sakai tersebut gedung DPRD Riau, Senin (28/5), dikoordinatori Iwan Basri dan Kalifah Abbas didampingi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Jhony Setiawan Mundung. Mereka diterima sejumlah anggota Komisi C DPRD yang membidangi masalah lingkungan. Dalam pertemuan antara warga dengan Komsi C yang dipimpin Ketua Komisi C Robin P Hutagalung, Iwan Basri mengatakan, keinginan masyarakat saat ini hanya dua, yakni bagaimana mendapatkan ganti rugi akibat pencemaran limbah minyak yang dilakukan perusahaan dan Sungai Batang Pudu kembali dibersihkan sehingga aman bagi aktivitas masyarakat. “Limbah ini membahayakan masyarakat. Sejak sungai tercemar, masyarakat kehilangan pencaharian karena ikan jadi mati. Pihak perusahaan harus bertanggung jawab dengan masalah ini,” katanya, sambil memperlihatkan dua botol sampel limbah.

Kalifah Abbas menyebutkan, sejak setahun terakhir nyaris tak ada lagi ikan bisa mereka dapati di sungai. Mundung maupun Iwan menilai, sejauh ini belum ada itikad baik dari pihak perusahaan memberikan ganti rugi kepada warga, termasuk yang sakit. Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan di tingkat kecamatan, sebab amdal yang dikantongi perusahaan berasal dari Kementrian Lingkungan Hidup.

Anggota Komisi C Abu Bakar Siddik, meminta kepada pimpinan Komisi C segera menjadwalkan turun ke lapangan. Pihaknya juga merasa miris dengan adanya korban di pihak masyarakat. Kasus ini menurut politisi Golkar itu harus ditangani serius sebab tak satupun perusahaan di Riau kebal hukum, meskipun tergolong perusahaan multi nasional dan internasional.

Anggota Komisi C Syafruddin Saan juga meminta DPRD segera memanggil pimpinan PT CPI dan perusahaan yang terlibat. "Jangan sampai kehadirannya hanya diwakilkan, tapi harus pimpinan selaku pengambil kebijakan,” tegas politisi PKS ini.

Ketua Komisi C Robin P Hutagalung, menilai persoalan lingkungan termasuk kategori serius dan harus jadi prioritas penyelesaiannya. Rencananya, tim DPRD Riau akan turun ke lapangan pada Kamis depan.

Ketua DPRD Riau H Chaidir mengaku telah meminta komisi terkait segera ke lapangan untuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan pencemaran. Sehingga nantinya ditentukan langkah apa yang akan dilakukan.

Melapor ke Polda
Sementara itu, 13 orang perwakilan Suku Sakai dari Desa Pematang Pudu, didampingi Direktur Eksekutif Walhi Riau Jhoni Setiawan Mundung, Iwan Basri dan mantan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis Hardoni Arcan, kemarin, melaporkan dugaan pencemaran lingkungan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ex drilling mud (bekas pengeboran minyak, red) oleh PT KLP.

Mereka diterima Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, Kabid Humas AKBP Zulkifli, Wadir Reskrim AKBP Lucki Arliansyah, Kapolres Bengkalis, AKBP Edi Setio BS dan AKBP Marudut Hutabarat dari Intelkam Polda Riau.

Kepada Kapolda, Jhoni S Mundung dan perwakilan Suku Sakai ini memaparkan proses pengolahan limbah ex drilling mud PT CPI yang dilakukan PT KLP, yang mereka nilai sudah mencemari Sungai Batang Pudu yang dipergunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari dan mencari ikan. Bahkan kata Mundung, salah seorang warga Sakai sempat muntah darah setelah mengkonsumsi air Sungai Batang Pudu. "Akibat limbah B3 PT KLP ini, Numan sampai muntah darah. Selain itu, ada juga ikan yang mati," terang Mundung.

Kapolda berjanji akan melakukan penyelidikan. Bahkan pihak Polres Bengkalis sudah melakukan pengambilan dari sungai yang diduga tercemar tersebut. Pihak Polres juga sudah meminta keterangan saksi ahli dari IPB, yakni Ir W Basuki. Untuk penyelidikan lebih lanjut, pihak Polres sudah memeriksa manajemen PT KLP sebagai saksi, di antaranya Apin (GM), Arjo Anindinata, Jhoni dan Rapi. "Saya berterima kasih atas laporan ini. Pasti kita usut, tapi proses hukumnya memerlukan waktu yang lama. Bapak-bapak bisa memantau kita," kata Kapolda.(tar,yon)
Riau Mandiri, : Selasa ,29 Mei 2007, Jam : 09:54 AM

Ditemukan Limbah di Luar Areal Pengolahan

PEKANBARU-Rombongan Komisi C DPRD Riau dan Bapedalda Provinsi Riau, Kamis (31/5), menemukan pembuangan limbah di luar areal pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang dikelola PT Karya Lestari Perkasa (KLP), di Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Limbah dalam bentuk gumpalan sejenis lumpur dan minyak hitam pekat yang tertutup dengan tanah itu dialirkan ke Sungai Batang Pudu yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi pusat pengolahan. Namun pihak PT KLP menyatakan, limbah itu sudah ada di sana sebelum mereka mengikat kontrak dengan PT CPI tahun 2006 lalu.

Kedatangan rombongan Komisi C ke Pematang Pudu merupakan tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat Sakai beberapa waktu lalu ke DPRD Riau. Rombongan Komisi C dipimpin ketuanya Robin P Hutagalung, wakil ketua Yulios, anggota Syafruddin Saan, Nurliah, Tomy Rusli Idar, Abu Bakar Siddik, Jhon Pieter, Johar Firdaus, Hendro Susanto, Suhardiman Ambi dan lainnya. Turut dalam rombongan Kabid Pengendalian Pencemaran Bapedalda Riau Maaruf Siregar dan sejumlah pejabat instansi terkait di Pemkab Bengkalis.

Kedatangan anggota DPRD Riau ini disambut antusias ratusan warga, mereka bersemangat menunjukan lokasi-lokasi pembuangan limbah. Untuk menemukan tempat pembuangan limbah harus mengaduk-aduk tanah karena limbah itu sudah tertutup dengan lapisan tanah dan rumput. Rombongan ini turut meninjau fasilitas pusat pengolahan lumpur bor arak field guna mendapat penjelasan dari PT KLP selaku pengelola.

Sejumlah anggota DPRD Riau seperti Abu Bakar Siddik, Syafruddin Saan dan lainnya menduga ada ketidakberesan di balik aliran pembuangan limbah PT KLP. Apa lagi ditemukanya pipa pembuangan telah dipotong. GM PT KLP Havin Mau Chan dinilai tak mapu menjelaskan kemana saja limbah itu dialirkan, jika tempat penampungan limbah itu penuh atau faktor lainnya. Termasuk, mengapa limbah itu sampai berada di aliran Sungai Pematang Pudu dan di luar kawasan pengolahan. Anehnya lagi, pihak PT KLP menyebutkan dari aturan Amdal bisa dimana saja meletakan limbah itu.

Penjelasan itu justru memancing Abu Bakar Siddik menantang membuka kembali aturan dalam Amdal mereka. Namun PT KLP berkelit, bahwa itu tidak dibolehkan. Suasana sempat memanas saat anggota Komisi C DPRD Riau Syafruddin Saan menilai pipa pembuangan itu sudah tidak layak sehingga terlibat adu argumen dengan pihak PT CPI yang diwakili Hanafi Kadir dan Edwin Abdul Muthalib.

Salah seorang staf PT KLP mengakui, sebelumnya sudah ada protes msyarakat terkait limbah. “Lima tahun lalu ada protes dari masyarakat, tapi setelah ada uji labor oleh IPB, tidak terbukti,” jelasnya.P> Maaruf dari Bapedalda Riau mengatakan, banyaknya tumpukan di luar areal pengolahan menimbulkan kecurigaan adanya aktivitas pembuangan limbah dan pihaknya bahkan sudah pernah menyarankan agar salah satu bak penampungan segera dikuras, tapi tak dilakukan. “Yang ditemukan di luar areal itu limbah. Intinya, ada proses pembuangan limbah yang tidak sesuai prosedural,” kata Maaruf.

Ketua Komisi C DPRD Riau Robin P Hutagalung mengatakan, berdasarkan pembicaraan dengan PT CPI, KLP dan masyarakat, masalah ini akan segera ditindaklanjuti dengan membicarakannya di DPRD Riau. Dalam waktu dekat semua pihak terkait akan diundang untuk membahasnya lebih lanjut. Pihak PT CPI melalui Edwin menyatakan akan memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, namun bentuk tuntutan itu belum dirinci dan akan ditetapkan dalam pertemuan nanti.

Terkait adanya usaha penyelesaian damai itu, Abu Bakar Siddik menegaskan, kesediaan pihak perusahaan memberikan ganti rugi ataupun berdamai itu tidak akan menghentikan upaya hukum, karena masalah limbah ini harus disikapi serius. “Boleh-boleh saja keinginan masyarakat dipenuhi, tapi proses hukum harus tetap dijalankan karena ini menyangkut ketentuan perundang-undangan yang melarang membuang limbah di luar ketentuan,” katanya.

Komisi C turut meninjau sejumlah anggota masyarakat di Kampung Setia Maju Kelurahan Air Jamban Mandau yang menderita penyakit kulit. Menurut keterangan warga, penyakit itu menular dari sesama anggota keluarga mereka dan bukan disebabkan akibat kontak langsung dengan air. Mereka juga tak tahu apakah hal itu ada kaitannya dengan isu limbah atau bukan.(yon,sus)
Riau Mandiri, Jumat ,01 Juni 2007, Jam : 22:50 PM

Bapedalda Berdalih Lokasi Jauh di Pelosok

PEKANBARU-Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Riau tidak bisa secepatnya menangani pencemaran sungai Batang Pudu, di Kecamatan Mandau, Bengkalis, dari bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan dalih lokasinya sulit dijangkau, jauh di pelosok.

Limbah B3 yang mencemari sungai Batang Pudu tersebut diduga berasal dari limbah ekplorasi minyak PT Chevron Pacific Indoensia (CPI) yang dipengelolaannya ditangani PT Karya Lestari Perkasa (KLP). "Kita belum mengambil sample dari limbah yang diduga tercemar. Itu tidak gampang, tidak bisa secepat kilat dilakukan, karena lokasinya jauh di pelosok desa," kata Kepala Bapedalda Provinsi Riau Lukman Abbas ketika ditemui di hotel Aryaduta, Pekanbaru, Selasa (5/6).

Dalam waktu dekat ini Bapedalda juga akan memanggil pihak PT CPI guna dimintai keterangan seputar dugaan pencemaran limbah B3 tersebut. Hanya saja menurut Lukman, sesuai dari laporan Chevron, lahan yang tercemar tersebut merupakan lahan yang sudah dibebaskan oleh pihak PT Cvehron.

Sementara itu, menurut Lukman, Bapedalda sendiri mengambil data secara random (acak), sehingga berkemungkinan banyak data yang tidak tercover. "Mungkin akan kita tinjau, informasi dengan CPI sedikit berbeda. Sehingga susah kita mengambil keputusan untuk membuat suatu laporan, makanya kita akan turun ke lapangan. Namun menurut Chevron, lokasi di areal yang diduga tercemar tersebut, justru sudah dibebaskannya," terangnya.

Namun demikian, Lukman menegaskan, apa bila nanti sample tersebut positif tercemar oleh limbah milik perusahaan, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi. "Kalau memang perusahaan salah akan dikenakan sanksi," tegasnya. Ketika ditanya sanksi apa yang akan dikenakan, Lukman hanya mengatakan akan meneliti terlebih dulu. (ara)
Riau Mandiri, Rabu ,06 Juni 2007, Jam : 00:23 AM

PT CPI Tetap Menolak

Pembuangan Limbah di Luar Areal Pengolahan
PEKANBARU-PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menyatakan bersedia membersihkan kembali Sungai Pematang Pudu yang diduga telah tercemar dari limbah yang dilakukan oleh anak perusahaannya, PT Karya Lestari Perkasa. Meski demikian PT CPI tetap menolak tudingan jika pihaknya melakukan pembuangan limbah di luar areal pengolahan limbah mereka.

Sedangkan mengenai tuntutan ganti rugi materil dan non materil yang dituntut oleh masyarakat Suku Sakai, dari Kelurahan Pematang Pudu, Desa Petani dan Tonggal Delapan, Bengkalis, PT CPI mengatakan belum memiliki jawaban dan meminta rekomendasi hasil penelitian yang dilakukan Bapedalda Provinsi Riau terkait dugaan pencemaran ini. Termasuk menolak adanya anggapan munculnya kasus puluhan masyarakat di Tonggal Delapan, Air Jamban Mandau terkena penyakit kulit dikaitkan dengan dampak dari pencemaran limbah itu.

Hal itu terungkap dalam pertemuan yang digelar oleh Komisi C DPRD Riau untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat Suku Sakai ke DPRD Riau yang merasa terancam dengan adanya pencemaran limbah itu. Pasalnya sejak Sungai Pematang Pudu tercemar menyebabkan mata pencaharian masyarakat yang di antaranya menggantungkan penghidupan dari ikan di sungai itu menjadi berkurang. Pertemuan ini sekaligus guna meminta ketegasan dari PT CPI terhadap temuan komisi C DPRD Riau dan Bapedal Provinsi dengan ditemukannya empat titik pembuangan limbah non prosedural di luar areal pengolahan limbah.

Dalam pertemuan dipimpin Ketua Komisi C Robin P Hutagalung dan dihadiri lengkap anggota komisi itu tampak hadir utusan dari Bapedal Provinsi Riau, Bapedalda Bengkalis, Kepala BP Migas Sumbagut, Pimpinan PT CPI serta puluhan masyarakat Suku Sakai yang dikoordinatori oleh Iwan Basri dan Direktur Walhi Riau Jhony Setiawan Mundung.

Pertemuan itu sempat tegang dan agak panas, karena sejumlah anggota dewan tampak emosi dan silih berganti mencecar PT CPI dengan sejumlah statemen pedas. Apalagi dengan tidak adanya jawaban yang dinilai konkrit guna memecahkan persoalan melanda masyarakat Sakai itu.

Seperti dilontarkan oleh Abu Bakar Siddik, Syafruddin Saan, Suhardiman Ambi, Syarif Hidayat, Yulios dan lainnya. Bahwa mereka menilai seharusnya CPI berterima kasih kepada Riau dan lebih memperhatikan keadaan masyarakat di sekitar perusahaan itu berada. Selama ini ungkap Abu Bakar Siddik, CPI selalu mengkampanyekan sebagai perusahaan yang peduli dengan masyarakat dan lingkungan. Hal itu harus dibuktikan dengan memenuhi tuntutan masyarakat itu. Kalangan komisi C juga menyatakan kecewa dan mempertanyakan peran dari BP Migas yang dinilai hanya menerima laporan bersih dari PT CPI tanpa melakukan pengawasan rutin ke lapangan. Komisi C meyakini jika limbah itu memang milik PT CPI yang dibuang oleh PT KLP meski sebelumnya perusahaan itu berkelit limbah itu sudah ada sebelum terikat kontrak dengan CPI.

Wakil Ketua Komisi C Yulios mengatakan, tuntutan masyarakat itu hanya dua yaitu sungai mereka kembali dibersihkan dan berikan ganti rugi atas akibat limbah itu. Jika diperlukan dilakukan relokasi terhadap pemukiman masyarakat di Tonggak Delapan ke daerah lain, karena daerah mereka sudah dikepung oleh areal PT CPI.

Hal ini turut dikuatkan dari pengakuan Paino, perwakilan masyarakat Tonggal Delapan yang menyatakan siap pindah dari desa mereka itu secara keseluruhan asalkan ada jaminan pemukiman yang baru.

“Untuk keluar dan masuk saja kami sulit dan kami siap pindah untuk selamanya dari desa kami,” katanya dengan nada pasrah.

Pembuktian Medis Djati Susetya, perwakilan pimpinan CPI, meminta waktu selama satu pekan ke depan untuk segera mengambil langkah pembersihan. Soal adanya masyarakat terkena penyakit kulit, pihak CPI meminta adanya pembuktian secara medis. Untuk pengobatan, PT CPI menyatakan bersedia memberikan bantuan obat-obatan dan berkoordinasi dengan medis setempat.

“Soal pencemaran limbah kita tunggu rekomendasi Bapedal Riau dan perlu uji medis soal dugaan penyakit kulit itu,” kata Djati didampingi Hanafi Kadir, Humas PT CPI.

Ketua Komisi C DPRD Riau Robin P Hutagalung menyatakan, pertemuan dengan PT CPI dan masyarakat itu barulah sebatas mencarikan solusi terhadap tuntutan sosial dari akibat pembuangan limbah dan tidak serta merta menghentikan proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian. (yon)


Riau Mandiri, Jumat ,08 Juni 2007, Jam : 09:15 AM

Belum Semua Perusahaan Laporkan Amdal

Pekanbaru-Dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999, pasal 27, dinyatakan, setiap perusahaan wajib memberikan laporan analisis dampak lingkungan kepada Gubernur melalui Bapedalda. Namun hingga kini belum semua perusahaan di Riau melaporkan amdalnya ke Bapedalda Riau. "Hingga sekarang belum semua perusahaan yang melaporkan amdalnya," kata Kabid Amdal Bapedalda Riau Darjono, di ruang kerjanya, Kamis (7/60). Dikatakan Darjono, masih ada perusahaan yang mengaku laporan amdalnya langsung ke pusat atau ke pemerintah kabupaten/kota. "Kita imbau perusahaan tidak hanya melaporkan amdalnya ke kabupaten/kota saja, tapi juga ke provinsi. Kita sudah menyurati perusahaan-perusahaan yang melaporkan amdalnya ke provinsi tersebut," ujarnya.

Menurut Darjono, dari 134 perusahaan perkebunan di Riau, hanya 78 yang sudah melaporkan studi amdalnya. Sedangkan perusahaan pertambangan baru 14 perusahaan, kehutanan 19 perusahaan dan 2 perusahaan kertas. "Totalnya baru 93 perusahaan. Yang lainnya mungkin ke kabupaten dan kota. Padahal, berdasarkan PP No 27 Tahun 1999, semua perusahaan harus melaporkan amdalnya ke provinsi," kata Darjono.

Bapedalda, kata Darjono, telah memberikan surat teguran kepada perusahaan-perusahaan yang belum menyerahakan laporan amdal tersebut, Sedangkan perusahaan yang sudah melaporkan amdal telah diberikan feet back oleh Bapedalda.

Di tempat yang berbeda, Kabid Pengawasan dan Pencemaran Lingkungan Bapedalda Riau Makruf Siregar mengatakan, pengawasan dilakukan terutama untuk perusahaan yang berdampak pada lingkungan. Hingga Mei 2007 pihaknya baru melakukannya pada 25 perusahan. "Sebab melakukan pengawasan di 10 unit PT Chevron saja memakan waktu berhari-hari, karena 1 unit saja ada 5-10 titik," terangnya.

Pada ke-25 perusahaan tersebut, jelas Makruf, Bapedalda Riau tetap memberikan teguran dan diminta meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan limbahnya (.(ivi))
Riau Mandiri, Jumat ,08 Juni 2007, Jam : 09:45 AM

Tuntut Kesempatan Kerja

Warga Duri Sandera Ratusan Mobil Perusahaan
DURI - Ratusan kendaraan operasional dari 58 perusahaan yang beroperasi di bawah vendor PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Rabu (28/3) subuh sekitar pukul 05.00 WIB disandera sejumlah warga Melayu tempatan yang tergabung dalam 9 LSM di bawah pimpinan H Abdullah Syarif, Joko, dan Marmis. Aksi penyanderaan yang dipusatkan di halaman kantor Camat ini terjadi lantaran warga tempatan merasa sulit mendapatkan pekerjaan dan kesempatan berusaha di lingkungan kerja PT CPI Duri. Berbagai mobil operasional perusahaan yang melintas di sepanjang Jalan Sudirman Duri disandera dan dikumpulkan di halaman kantor Camat Mandau. Terlihat 20 unit bus dari berbagai perusahaan, di antaranya bus karyawan milik PT Sani Utama, PT SPA, PT Garda Tama, PT Bormindo dan lainnya. Sementara itu mobil jenis minibus, juga tak ketinggalan mobil operasional lokasi sekitar 130 unit. Menurut pimpinan aliansi LSM Duri tersebut, yang disandera adalah kendaraan dari 58 perusahaan yang beroperasi di ladang minyak PT CPI Duri. Tuntutan mereka tak lain agar PT CPI memanggil mitra kerjanya untuk mengadakan pertemuan dengan LSM terkait dua tuntutan, yakni kesempatan tenaga kerja dan kesempatan untuk ikut berusaha.

Menanggapi aksi warga tempatan ini berbagai pihak segera tanggap. Pertemuan antara PT CPI diwakili Iwan Tovani Ilyas yang didampingi Syafrun, dengan pimpinan aksi, segera dilakukan yang dimediatori Kapolres Bengkalis AKBP Edi Setyo Budi Santoso didampingi Wakapolsek Mandau Iptu James Sibarani, Ramlis, SH dari Disduknaker Cabang Duri, Camat Mandau H Rozali Saidun, SH serta Danramil 06 Mandau Kapt (Inf) H Anwar Ferry. Marmis salah seorang pimpinan aksi mengeluhkan cara rekrutmen perusahaan yang banyak mengambil naker dari luar daerah, bahkan tak memiliki KTP Duri sama sekali namun tetap bisa diterima. Pihaknya juga menegaskan, Pemerintah Kabupaten Bengkalis tak pernah memikirkan masyarakatnya terutama tenaga kerja. Akhirnya tak ada jalan lain, terpaksalah LSM ini bergabung untuk memperjuangkan hak-hak tempatan mereka. "Mohon maaf, apa sebenarnya kerja Pemerintah Kabupaten Bengkalis ini, mencarikan pekerjaan bagi masyarakatnya sendiri tak mampu membuat kebijakan, dan terpaksa kamilah masyarakt jua yang harus berjuang untuk anak-anak kami, dan ini suara hati nurani kami," Ujarnya. Namun Kapolres Bengkalis menyarankan agar hal ini dirundingkan dengan baik. Dan jangan aksi serupa dilakukan berlarut-larut, sebab bisa jadi investor takut melakukan investasi di kecamatan ini. Jika pun ada hasil dari perundingan nantinya agar dilaksanakan sebaik-baiknya. Namun dari kesepakatan awal bahwa PT CPI dan Disduknaker akan melakukan pertemuan dengan perusahaan vendor CPI pada 9 April mendatang di lingkungan PT CPI Duri. Aksi ini adalah rentetan panjang aksi-aksi buruh sebelumnya. Ketika itu sekitar 3 bulan lalu, aksi ini sudah pun digelar namun damai tanpa penyanderaan mobil, namun terkesan tuntutan tak digubris dan pertemuan tak kunjung dilanjutkan. Akhirnya LSM anak Melayu yang sudah berkolaborasi ini pun melanjutkan aksi dengan penyanderaan kendaraan karyawan. Dengan ekses ini kiranya dapat menggugah CPI untuk segera memanggil bisnis partnernya. Dan pimpinan aksi juga berharap pertemuan nanti juga bukan sekedar wacana seperti yang sebelumnya. (sus(sus)
Riau Mandiri, Kamis ,29 Maret 2007, Jam : 11:03 AM