Senin, 24 November 2008

Banjir di lokasi Chevron



Copyright Kelompok Advokasi Riau (KAR)
17 November 2008

Selasa, 04 November 2008

KTRBT Blokir Lahan

KTRBT Blokir Lahan
RANTAU- BAIS-Setelah lebih dari sebulan semenjak pertemuan terakhir antara Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KTRBT) dengan PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) yang dimediasi Polsek Tanah Putih, ternyata tidak menemukan perkembangan berarti. Karena itu, KTRBT memblokir areal sengketa tersebut, Rabu (4/4). Sikap tersebut diambil KTRBT dengan alasan, sebanyak 65 SKT warga, dengan luas 130 ha berada dalam status quo. Demikian halnya dengan lahan di Limpah Kepenghuluan Unjung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, terdapat sekitar 600 ha yang belum diganti rugi, sehingga juga berstatus quo. Akan tetapi, PT CPI tetap berOperasi.

Pantauan Riau Mandiri di lapangan, Rabu (4/4), di Simpang Batang, Rantau Bais dan Limpah, Kepenghuluan Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, tampak puluhan warga dan pengurus KTRBT sudah mendirikan tenda, sejak Selasa (3/4) kemarin. Di Simpang Batang, pengurus KTRBT telah memblokir jalan menunju areal lahan seluas 130 ha, dengan memblokir lima pintu masuk. Sedangkan di Limpah Kepenghuluan Ujungtanjung, pihak KTRBT melakukan pemblokiran terhadap empat pintu masuk. Menurut Masran Djasid, Ketua KTRBT, pihaknya telah memenangkan perkara ini di Pengadilan Negeri Dumai dan Pengadilan Tinggi Riau. "Sekarang prosesnya sedang di Mahkamah Konstitusi (MK)," terangnya. sementara itu, manjemen PT CPI terlihat belum mau menangapi soal pemblokiran tersebut. Tampak beberapa mobil yang melintas di lokasi, namun tidak berbuat apa-apa. Bahkan, mobil PT CPI tidak diizinkan masuk ke lokasi oleh KTRBT. Di pintu masuk areal, terlihat warga memasang spanduk. Spanduk ini dilengkapi dengan peringatan ancaman hukum, yaitu KUHP 551. Sementara itu, warga yang memblokir terlihat juga menyediakan peralatan masak seperti kuali, periuk dan persediaan beras serta lauk pauk. "Kami tidak akan mundur setapak pun, sebelum PT CPT mengganti rugi lahan kami. Kamin sudah 9 tahun terus dibohongi perusahaan ini," kata warga.

Ketua KTRBT, Masran Djasid ketika ditemui Riau Mandiri di lokasi mengatakan, PT CPI memang tak berniat menyelesaikan persoalan tersebut. "Buktinya, dalam pertemuan di Mapolsek Tanah Putih, mereka tak mau turun kelapangan untuk mengukur ulang lahan yang belum di ganti rugi. Bahkan usulan Kapolsek sebagai mediator waktu itu, tidak mereka terima. Pihak CPI keberatan biaya pengukuran dibagi dua dengan KTRBT. Padahal, kami dari KTRBT bersedia mengeluarkan dananya. Dasar mereka tidak punya niat baik. Jadi, kami terpaksa melakukan pemblokiran," jelas Masran Djasit. Sekretaris KTRBT,`H Arifin Achmad menyatakan hal yang sama. Menurutnya, CPI terlalu arogan dan sudah menyengsarakan masyarakat. Masyarakat yang mengelola sawit di KTRBT sudah seharusnya menikmati hasilnya. "Namun karena persoalannya tidak ada kejelasan, maka kami yang jadi korban," jelas Arifin Acmad.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan, kalau memang CPI berniat baik, tentu tidak arogan. Terkait ganti rugi lahan, pihak KTRBT telah menerima surat perintah bayar dari Pemkab Rohil, BP Migas dan DPR RI. "Namun tetap tidak direalisasikan. Kita mencuroigai adanya konspirasi dalam tubuh manajemen PT CPI," duga Arifin Achmad. Peringatan Dalam pada itu, penasehat KTRBT Ucok Harris S, menyebutkan PT CPI harus diberikan peringatan, karena sudah menginjak-nginjak dan membuat penderitaan masyarakat. "Kesombongan dan arogansi PT CPI terlalu tinggi," jelas Ucok Harris. Ucok menambahkan, persoalan ini akar masalahnya adalah oknum di bagian Manager Line meter PT CPI, di Rumbai, bernama Edi Bestari.

"Semenjak menjabat dengan posisi tersebut, persoalan ganti rugi lahan, semakin tak jelas dan bermasalah. Saya minta Edi Bestari menyesuaikan perkataan dengan perbuatan," tegas Ucok Harris. Dijelaskan Ucok Harris, 9 tahun penderitaan warga, khususnya KTRBT. "KTRBT sudah bosan menerima janji-janji palsu. Edi Bestari harus bertanggung jawab atas hal ini," tambah Ucok Harris. Hingga berita ini diturunkan, pengurus KTRBT masih menduduki lokasi lahan dan menyatakan tetap bertahan. "Kita akan terus di sini, sampai PT CPI mengabulkan tuntutan, baru aksi tersebut dihentikan," kata Ucok Harris. Sebelumnya Humas PT CPI, Nugroho membantah lahan yang dimaksud belum diganti rugi. Menurutnya, lahan tersebut memang tidak diganti rugi, karena sudah ada kesepakatan awal antara PT CPI dengan KTRBT, disaksikan Upika sebelumnya.

Lebih lanjut dijelaskan Nugroho, dari 65 SKT seluas 130 ha, yang dimaksud KTRBT, ternyata di luar SKT seperti yang dimaksudkan. Menjawab pertanyawan seandainya warga terus melakukan pemblokiran, karena tidak ada kesepakatan, Nugroho akan menyerahkannnya pada aparat keamanan.(Ial)
Riau Mandiri, Kamis ,05 April 2007, Jam : 10:36 AM

KTRBTB Masih Blokir Lahan

RANTAU BAIS-Hingga Minggu (8/2), PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) belum mengabulkan permintaan Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KT RBT) tentang gant rugi lahan, sebanyak 65 SKT atau 130 ha. Karena itu, KTRBT masih bertahan memblokir jalan pada 5 pintu masuk. selain itu, rencanannya, Senin (hari ini,red), Polres Rohil akan memanggil KTRBT. Demikikan dikatakan penasehat KTRBT, Ucok Harys Sinaga, kepada Riau Mandiri yang ditemui di lokasi pemblokiran lahan di Simpang Batang,Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Minggu (8/4) kemarin. Dijelaskan Ucok, kalau CPI tidak mengabulkan permintaan warga dalam hal ganti rugi lahan, maka pengurus KTRBT tetap akan memblokir lahan. "Kami tidak akan mundur setapakpun," tegasnya. Ditambahkan Ucok Sinaga, perjuangan KTRBT sudah hampir sepauluh tahun dan samapai sekarang tidak menemukan kejelasan. "Seakan CPI menginjak-nginjak hak warga di sini," jelasnya.

Pantauan Riau Mandiri kemarin di Simpang Batang, Rantau Bais dan Limpah, Kepenghuluan Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, tampak warga yang terdiri dari pengurus dan anggota KTRBT masih menduduki dan mendirikan tenda. Di Simpang Batang, KTRBT telah memblokir jalan menunju lahan seluas 130 ha dengan memblokir lima pintu masuk. Sedangkan di Limpah, Kepenghuluan Ujungtanjung, menurut pengurus KTRBT juga belum adan ganti rugi lahan seluas 600 ha. Pada pintu masuk tersebut, warga memasang spanduk, 'dilarang masuk sesuai pasal KUHP 551'. aksi pemblokiran ini, juga dilengkapi warga dengan peralatan masak dan persediaan beras, serta lauk pauk.

"Kami sudah capek 9 tahun dibohongi oleh perusahaan ini," kata warga. n jon(n jon)
Riau Mandiri, Senin ,09 April 2007, Jam : 11:32 AM

Sengketa Lahan KTRBT Dengan PT CPI

BAGANSIAPIAPI-Terkait sengketa lahan antara Kelompok Tani Rantau Bais Terpadu (KTRBT) dengan PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) yang sebelumnya dimediasi Polsek Tanah Putih, ternyata belum diketahui Asisten I Tata Pemerintahan Kabupaten Rohil, Ir Asmirin Usman. Namun demikian, dia akan mengumpulkan data-data terkait serta mempelajarinya. Demikian dikatakan Asmirin Usman, kepada Riau Mandiri,belum lama ini. Menurut Asisten yang baru sekitar dua bulan lebih menjabat Asisten, dirinya belum tahu persis permasalahan tersebut. "Saya baru bertugas di Pemkab Rohil sebagian Asisten, jadi saya belum tahu permasalahn tersebut. Kita akan coba pelajari persoalan tersebut," kata Asmirin yang sebelumnya sempat menjabat Kadis Kimpraswil Kota Dumai. Seperti diberitakan sebelumnya, pertemuan antara KTRBT dengan PT CPI yang dimediasi Kapolsek Tanah Putih, tidak mencapai kesepakatan. Karena itu, KTRBT memblokir lahan sengketa tersebut, sampai hari ini.

Versi KTRBT, lahan yang belum digantirugi PT CPI sebanyak 65 SKT seluas 130 ha dan dinyatakan status quo. Sedangkan menurut PT CPI, lahan tersebut sudah diganti rugi. sebagaimana dikatan Humas PT CPI Nugroho. Nogroho menyebutkan, lahan sengketa itu memang tidak diganti rugi karena ada kesepakatan awal antara PT CPI dengan KTRBT disaksikan Upika. Dari 65 SKT dengan luas 130 ha lahan yang dimaksudkan KTRBT ternyata diluar SKT yang dimaksudkan KTRBT. jon(jon)
Riau Mandiri, Sabtu ,14 April 2007, Jam : 10:51 AM

Tanah Konsesi Hambat Pembangunan

CPI Abaikan Hearing DPRD
DUMAI–Keberadaan tanah konsesi milik PT Chevron Pacivic Indonesia (CPI) di pusat Kota Dumai, menghambat proses pembangunan, sebab pemerintah maupun investor yang berminat membangun, terkendala status lahan. Menyikapi ini, DPRD Kota Dumai melayangkan undangan hearing pada manajemen PT CPI. Sayangnya, manajemen terkesan mengabaikan dan tidak menghadiri hearing tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Dumai Hasrizal, Kamis (24/5). Dikatakannya, selaku komisi yang membidangi persoalan itu, pihaknya menyesalkan sikap PT CPI yang sepertinya tidak menghargai lembaga perwakilan rakyat. ”Seharusnya PT CPI hadir dalam hearing, Rabu (23/5). Ini menyangkut kepentingan daerah dan kita ingin kejelasan status lahan tersebut. Sementara yang lainnya, seperti PT Pertamina, BPN, Badan Pertanahan Dumai dan PT Patra Dock hadir. Justru PT CPI yang terkait persoalan ini tidak hadir,” ujar Hasrizal. Menurut Hasrizal, mestinya PT CPI hadir dalam hearing tersebut, karena perusahaan itu paling bertanggung jawab dalam masalah tanah konsesi.

Selama ini, masyarakat sering kebingungan dengan tanah konsesi. Saat menggarap maupun mengunakan lahan untuk perumahan, rasa was-was terus menghantui. “Hearing ini bertujuan untuk menjelaskan itu. Mereka kita lihat tidak akomodatif. Kita akan layangkan panggilan berikutnya. Kalau tetap tidak mengindahkan, kita akan upayakan panggil paksa melalui mekanisme yang ada,” tegas Hasrizal.

Diungkapkan Hasrizal, dari informasi yang diperolehnya, masa berlaku Hak Guna Usaha (HGU) yang dulunya sempat diperpanjang PT CPI ke BPN Provinsi Riau, sudah berakhir. Dengan demikian, maka tanah konsesi yang sebelumnya dikuasai PT CPI beralih menjadi aset Pemko Dumai. “Saat ini lahan tersebut sepenuhnya dikuasai Pemerintah Kota Dumai,” sebutnya.

Informasi berbagai sumber, tanah konsesi milik PT CPI tersebar di sejumlah titik. Diantaranya, di Kawasan Bukit Batrem I dan II, sebagian daerah Bumi Ayu hingga lokasi perumahan Bukit Cahaya, lapangan depan eks kantor Walikota, depan Kantor Bulog, seputaran Jalan Merdeka Baru, belakang eks kantor Walikota, Perumahan Pemda Jalan Kesehatan , Jalan Air Bersih, sampai tanah di areal Kodim 0303/Bkls, serta Jalan Sudirman hingga Simpang Jalan Merdeka.(fai)
Riau Mandiri, Kamis ,24 Mei 2007, Jam : 21:27 PM

PT KLP Siap Bertanggung Jawab

PEKANBARU-PT Karya Lestari Perkasa (KLP) mengaku siap bertanggung jawab bila tudingan masyarakat Sakai bahwa perusahaannya melakukan pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Sungai Batang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis, terbukti. Untuk itu mereka akan menunggu hasil pengambilan sampel yang dilakukan Bapedalda Bengkalis.

Penegasan itu disampaikan Project Manager PT KLP Sukriyanto Mhmd kepada sejumlah wartawan di Pekanbaru, Sabtu (26/5). "Kalau hasil penelitian Bapedalda menyatakan positif dan itu dikuatkan keputusan hukum, kami bersama PT CPI (Chevron, red) akan bertanggung jawab," kata Sukriyanto.

Namun begitu, katanya, mereka sebagai perusahaan yang diberi kontrak kerja pengolahan limbah ex drilling mud (bekas pengeboran, red) oleh PT CPI selama ini telah melakukan kerja sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup. Semua limbah dibawa ke area pengolahan untuk diproses.

Hasil pengolahan itu berupa lumpur, air bersih dan residu padat. Lumpur yang sudah tidak berbahaya dan air dikembalikan ke lingkungan. Sedangkan residu padat dijadikan batu batako untuk dipakai di lingkungan sendiri. "Jadi kami tidak ada membuang limbah B3 ke lingkungan," tegas Sukriyanto, mantan pegawai CPI yang minta pensiun muda ini.

Dijelaskan oleh Sukriyanto, PT KLP mulai kontrak sejak awal 2006 dan akan berakhir 2008. Karena itu, dia meminta semua pihak bisa memandang jernih masalah ini seperti sejak kapan masalah limbah itu dan juga tempat pengambilan sampel limbah. "Apa benar limbah itu berasal dari area kerja kita. Ini perlu diperhatikan," tanya Sukri.

Syukriyanto menambahkan, selain sangat mematuhi semua Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digariskan PT CPI, perusahaannya juga sudah sangat akomodatif dengan warga tempatan. "Sebelum masalah ini mencuat, dari 17 karyawan di Arak Field, 5 dari warga Sakai. Dua karyawan tetap sebagi sekuriti dan 3 harian sebagi supir. Namun 3 orang itu sudah mundur saat kita sudah setuju menjadikan mereka pegawai tetap," tutur Sukri yang juga pernah menjadi konsultan itu.

Dia juga mengeluhkan tidak kondusifnya lingkungan kerja padahal selama ini sudah berusaha menjalin hubungan baik dengan tokoh masyarakat tempatan. "Kami akui perusahaan juga mempunyai keterbatasan. Tapi, marilah kita saling pengertian dan mencari penyelesaian secara win-win solution," katanya.

Dikirim ke Jakarta Sementara itu, Kepala Bapedalda Bengkalis H Nursidin Z yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya mengatakan, sampel yang diambil sudah dikirim ke Jakarta untuk diteliti. "Penelitiannya kita lakukan di Jakarta karena ini menyangkut dugaan pencemaran limbah B3," katanya.

Selain itu, kata Nursidin, untuk masalah limbah B3 ini, memang segala perizinan dan amdalnya dari Menneg Lingkungan Hidup. Sedangkan kewenangan kabupaten/kota hanya sebatas pengawasan dan pemantauan. "Namun begitu, kita tetap akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dari masyarakat," katanya.

Menyinggung hasil pemeriksaan dan sanksi yang bisa dikenakan, menurut Nursidin, belum bisa memastikannya jadwal pastinya. "Biasanya pemeriksaan sampel selama 21 hari. Namun untuk limbah B3 bisa saja lebih lama lagi. Sedangkan mengenai sanksi itu adalah kewenangan Menteri KLH," jelasnya.

Seperti diberitakan, bebeberapa waktu terakhir warga Sakai, di Duri menyatakan telah tercemarnya sungai Batang Pudu oleh limbah B3 hasil pembuangan PT KLP, sebuah kontraktor khsusus pengolahan limbah bekas eksplorasi yang bekerja untuk PT CPI. (sri)

Riau Mandiri, Minggu ,27 Mei 2007, Jam : 23:48 PM

Dana Investor di 11 Blok Migas Sekitar 426,47 Juta Dolar Terbuang Sia-sia

JAKARTA-Dana investasi yang nilainya mencapai lebih kurang 426,47 juta Dolar AS untuk 11 blok migas di Indonesia, terancam terbuang sia-sia. Hal ini menyusul akan habisnya masa kontrak eksplorasi di blok-blok tersebut yang belum diperpanjang pengelolanya.

Demikian yang tertuang dalam Katalog Profil Kontraktor Kontrak Kerja Sama Status Eksplorasi (Status 31 Desember 2006) yang dikutip pada, Minggu (27/5). Sebelumnya, Dirjen Migas Luluk Sumiarso mengakui ada sekitar 11 kontrak blok migas yang akan habis pada tahun ini. Sedangkan Direktur Hulu Ditjen Migas R Priyono menyatakan kontrak-kontrak tersebut adalah yang ditandatangani pada tahun 1997.

Ke 11 blok tersebut adalah pertama Blok Bengara-II di Kalimantan Timur yang dikelola Continantal-Geopetro. Blok ini telah memakan investasi 5,039 juta Dolar AS. Blok Binjai di Sumatera Utara yang di kelola Telaga Binjai Energi, investasi mencapai 5,236 juta Dolar AS. Blok Korinci Baru di Sumatera Tengah yang dikuasai Kalila Ltd. Invetasi Kalila telah mencapai 12,357 juta Dolar AS. Blok Madura Offshore yang dikuasai Santos sebanyak 75 persen. Di blok ini, investor sudah menggelontorkan 50.033 juta Dolar AS.

Selanjut, Blok North East Natuna di Laut Natuna yang didominasi saham Titan Resources. Investasi sebesar 14,529 juta Dolar AS telah dikeluarkan untuk mengeksplorasi blok ini. On Shore Blok Madura, Jawa Timur yang dikelola JOB Pertamina-Medco Madura. Mereka telah menghabiskan investasi sebesar 16,020 juta Dolar AS. Berikurnya, Rapak di Lepas Pantai Kalimantan Timur yang didominasi Chevron. Investasi yang sudah dikeluarkan mencapai 244,414 juta Dolar AS. Jumlah ini adalah yang terbesar diantara semua blok yang terancam diputus.

Kemudian Blok Saliki di Lepas Pantai Kalimantan Timur yang dimiliki Total Saliki dan Inpex Off Northwest Mahakam sebesar masing-masing 50 persen. Di blok ini dana yang sudah dikucurkan mencapai 5,136 juta Dolar AS. Blok Sebuku di Lepas Pantai Kalimantan Selatan yang dikuasai bersama Pearl Oil dan Fuel-X Sebuku (masing-masing 50 persen). Biaya yang sudah dikeluarkan untuk mengeksplorasi sampai 14,397 juta Dolar AS. Blok Tanjung Jabung yang tercantum milik Petronas Carigali sebesar 90 persen dan sisanya milik Consolidated Energy (10 persen). Investasi yang sudah dikeluarkan mencapai 15,031 juta Dolar AS. Terakhir, Blok Wokam yang dioperatori Korea National Oil Corporation (KNOC). KNOC memiliki 80 persen saham di blok ini, sisanya dimiliki Frontier Wokam Corp. Dana yang sudah dikucurkan mencapai 10,265 juta Dolar AS. ( dtc,tdb)
Riau Mandiri, Senin ,28 Mei 2007, Jam : 10:36 AM

Warga Sakai Mengadu ke DPRD Riau

PEKANBARU-Seratusan warga dari Kelurahan Pematang Pudu dan Desa Petani, Kecamatan Mandau Bengkalis, mengadu ke DPRD Riau dan mendesak DPRD segera turun ke wilayah mereka membuktikan adanya dugaan pencemaran di Sungai Batang Pudu yang dilakukan PT Karya Lestari Perkasa (KLP), kontraktor dari PT Chevron Pacific Indonesia.

Sejak tercemarnya Sungai Batang Pudu masyarakat terserang berbagai penyakit kulit dan kehilangan mata pencaharian. Sebab keberadaan sungai yang melintasi kedua pemukiman masyarakat suku Sakai itu menjadi sumber mata kehidupan masyarakat setempat sejak bertahun-tahun lalu.

Kehadiran sejumlah warga Sakai tersebut gedung DPRD Riau, Senin (28/5), dikoordinatori Iwan Basri dan Kalifah Abbas didampingi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Jhony Setiawan Mundung. Mereka diterima sejumlah anggota Komisi C DPRD yang membidangi masalah lingkungan. Dalam pertemuan antara warga dengan Komsi C yang dipimpin Ketua Komisi C Robin P Hutagalung, Iwan Basri mengatakan, keinginan masyarakat saat ini hanya dua, yakni bagaimana mendapatkan ganti rugi akibat pencemaran limbah minyak yang dilakukan perusahaan dan Sungai Batang Pudu kembali dibersihkan sehingga aman bagi aktivitas masyarakat. “Limbah ini membahayakan masyarakat. Sejak sungai tercemar, masyarakat kehilangan pencaharian karena ikan jadi mati. Pihak perusahaan harus bertanggung jawab dengan masalah ini,” katanya, sambil memperlihatkan dua botol sampel limbah.

Kalifah Abbas menyebutkan, sejak setahun terakhir nyaris tak ada lagi ikan bisa mereka dapati di sungai. Mundung maupun Iwan menilai, sejauh ini belum ada itikad baik dari pihak perusahaan memberikan ganti rugi kepada warga, termasuk yang sakit. Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan di tingkat kecamatan, sebab amdal yang dikantongi perusahaan berasal dari Kementrian Lingkungan Hidup.

Anggota Komisi C Abu Bakar Siddik, meminta kepada pimpinan Komisi C segera menjadwalkan turun ke lapangan. Pihaknya juga merasa miris dengan adanya korban di pihak masyarakat. Kasus ini menurut politisi Golkar itu harus ditangani serius sebab tak satupun perusahaan di Riau kebal hukum, meskipun tergolong perusahaan multi nasional dan internasional.

Anggota Komisi C Syafruddin Saan juga meminta DPRD segera memanggil pimpinan PT CPI dan perusahaan yang terlibat. "Jangan sampai kehadirannya hanya diwakilkan, tapi harus pimpinan selaku pengambil kebijakan,” tegas politisi PKS ini.

Ketua Komisi C Robin P Hutagalung, menilai persoalan lingkungan termasuk kategori serius dan harus jadi prioritas penyelesaiannya. Rencananya, tim DPRD Riau akan turun ke lapangan pada Kamis depan.

Ketua DPRD Riau H Chaidir mengaku telah meminta komisi terkait segera ke lapangan untuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan pencemaran. Sehingga nantinya ditentukan langkah apa yang akan dilakukan.

Melapor ke Polda
Sementara itu, 13 orang perwakilan Suku Sakai dari Desa Pematang Pudu, didampingi Direktur Eksekutif Walhi Riau Jhoni Setiawan Mundung, Iwan Basri dan mantan anggota DPRD Kabupaten Bengkalis Hardoni Arcan, kemarin, melaporkan dugaan pencemaran lingkungan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ex drilling mud (bekas pengeboran minyak, red) oleh PT KLP.

Mereka diterima Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, Kabid Humas AKBP Zulkifli, Wadir Reskrim AKBP Lucki Arliansyah, Kapolres Bengkalis, AKBP Edi Setio BS dan AKBP Marudut Hutabarat dari Intelkam Polda Riau.

Kepada Kapolda, Jhoni S Mundung dan perwakilan Suku Sakai ini memaparkan proses pengolahan limbah ex drilling mud PT CPI yang dilakukan PT KLP, yang mereka nilai sudah mencemari Sungai Batang Pudu yang dipergunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari dan mencari ikan. Bahkan kata Mundung, salah seorang warga Sakai sempat muntah darah setelah mengkonsumsi air Sungai Batang Pudu. "Akibat limbah B3 PT KLP ini, Numan sampai muntah darah. Selain itu, ada juga ikan yang mati," terang Mundung.

Kapolda berjanji akan melakukan penyelidikan. Bahkan pihak Polres Bengkalis sudah melakukan pengambilan dari sungai yang diduga tercemar tersebut. Pihak Polres juga sudah meminta keterangan saksi ahli dari IPB, yakni Ir W Basuki. Untuk penyelidikan lebih lanjut, pihak Polres sudah memeriksa manajemen PT KLP sebagai saksi, di antaranya Apin (GM), Arjo Anindinata, Jhoni dan Rapi. "Saya berterima kasih atas laporan ini. Pasti kita usut, tapi proses hukumnya memerlukan waktu yang lama. Bapak-bapak bisa memantau kita," kata Kapolda.(tar,yon)
Riau Mandiri, : Selasa ,29 Mei 2007, Jam : 09:54 AM

Ditemukan Limbah di Luar Areal Pengolahan

PEKANBARU-Rombongan Komisi C DPRD Riau dan Bapedalda Provinsi Riau, Kamis (31/5), menemukan pembuangan limbah di luar areal pengolahan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang dikelola PT Karya Lestari Perkasa (KLP), di Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Limbah dalam bentuk gumpalan sejenis lumpur dan minyak hitam pekat yang tertutup dengan tanah itu dialirkan ke Sungai Batang Pudu yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi pusat pengolahan. Namun pihak PT KLP menyatakan, limbah itu sudah ada di sana sebelum mereka mengikat kontrak dengan PT CPI tahun 2006 lalu.

Kedatangan rombongan Komisi C ke Pematang Pudu merupakan tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat Sakai beberapa waktu lalu ke DPRD Riau. Rombongan Komisi C dipimpin ketuanya Robin P Hutagalung, wakil ketua Yulios, anggota Syafruddin Saan, Nurliah, Tomy Rusli Idar, Abu Bakar Siddik, Jhon Pieter, Johar Firdaus, Hendro Susanto, Suhardiman Ambi dan lainnya. Turut dalam rombongan Kabid Pengendalian Pencemaran Bapedalda Riau Maaruf Siregar dan sejumlah pejabat instansi terkait di Pemkab Bengkalis.

Kedatangan anggota DPRD Riau ini disambut antusias ratusan warga, mereka bersemangat menunjukan lokasi-lokasi pembuangan limbah. Untuk menemukan tempat pembuangan limbah harus mengaduk-aduk tanah karena limbah itu sudah tertutup dengan lapisan tanah dan rumput. Rombongan ini turut meninjau fasilitas pusat pengolahan lumpur bor arak field guna mendapat penjelasan dari PT KLP selaku pengelola.

Sejumlah anggota DPRD Riau seperti Abu Bakar Siddik, Syafruddin Saan dan lainnya menduga ada ketidakberesan di balik aliran pembuangan limbah PT KLP. Apa lagi ditemukanya pipa pembuangan telah dipotong. GM PT KLP Havin Mau Chan dinilai tak mapu menjelaskan kemana saja limbah itu dialirkan, jika tempat penampungan limbah itu penuh atau faktor lainnya. Termasuk, mengapa limbah itu sampai berada di aliran Sungai Pematang Pudu dan di luar kawasan pengolahan. Anehnya lagi, pihak PT KLP menyebutkan dari aturan Amdal bisa dimana saja meletakan limbah itu.

Penjelasan itu justru memancing Abu Bakar Siddik menantang membuka kembali aturan dalam Amdal mereka. Namun PT KLP berkelit, bahwa itu tidak dibolehkan. Suasana sempat memanas saat anggota Komisi C DPRD Riau Syafruddin Saan menilai pipa pembuangan itu sudah tidak layak sehingga terlibat adu argumen dengan pihak PT CPI yang diwakili Hanafi Kadir dan Edwin Abdul Muthalib.

Salah seorang staf PT KLP mengakui, sebelumnya sudah ada protes msyarakat terkait limbah. “Lima tahun lalu ada protes dari masyarakat, tapi setelah ada uji labor oleh IPB, tidak terbukti,” jelasnya.P> Maaruf dari Bapedalda Riau mengatakan, banyaknya tumpukan di luar areal pengolahan menimbulkan kecurigaan adanya aktivitas pembuangan limbah dan pihaknya bahkan sudah pernah menyarankan agar salah satu bak penampungan segera dikuras, tapi tak dilakukan. “Yang ditemukan di luar areal itu limbah. Intinya, ada proses pembuangan limbah yang tidak sesuai prosedural,” kata Maaruf.

Ketua Komisi C DPRD Riau Robin P Hutagalung mengatakan, berdasarkan pembicaraan dengan PT CPI, KLP dan masyarakat, masalah ini akan segera ditindaklanjuti dengan membicarakannya di DPRD Riau. Dalam waktu dekat semua pihak terkait akan diundang untuk membahasnya lebih lanjut. Pihak PT CPI melalui Edwin menyatakan akan memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, namun bentuk tuntutan itu belum dirinci dan akan ditetapkan dalam pertemuan nanti.

Terkait adanya usaha penyelesaian damai itu, Abu Bakar Siddik menegaskan, kesediaan pihak perusahaan memberikan ganti rugi ataupun berdamai itu tidak akan menghentikan upaya hukum, karena masalah limbah ini harus disikapi serius. “Boleh-boleh saja keinginan masyarakat dipenuhi, tapi proses hukum harus tetap dijalankan karena ini menyangkut ketentuan perundang-undangan yang melarang membuang limbah di luar ketentuan,” katanya.

Komisi C turut meninjau sejumlah anggota masyarakat di Kampung Setia Maju Kelurahan Air Jamban Mandau yang menderita penyakit kulit. Menurut keterangan warga, penyakit itu menular dari sesama anggota keluarga mereka dan bukan disebabkan akibat kontak langsung dengan air. Mereka juga tak tahu apakah hal itu ada kaitannya dengan isu limbah atau bukan.(yon,sus)
Riau Mandiri, Jumat ,01 Juni 2007, Jam : 22:50 PM

Bapedalda Berdalih Lokasi Jauh di Pelosok

PEKANBARU-Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Provinsi Riau tidak bisa secepatnya menangani pencemaran sungai Batang Pudu, di Kecamatan Mandau, Bengkalis, dari bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan dalih lokasinya sulit dijangkau, jauh di pelosok.

Limbah B3 yang mencemari sungai Batang Pudu tersebut diduga berasal dari limbah ekplorasi minyak PT Chevron Pacific Indoensia (CPI) yang dipengelolaannya ditangani PT Karya Lestari Perkasa (KLP). "Kita belum mengambil sample dari limbah yang diduga tercemar. Itu tidak gampang, tidak bisa secepat kilat dilakukan, karena lokasinya jauh di pelosok desa," kata Kepala Bapedalda Provinsi Riau Lukman Abbas ketika ditemui di hotel Aryaduta, Pekanbaru, Selasa (5/6).

Dalam waktu dekat ini Bapedalda juga akan memanggil pihak PT CPI guna dimintai keterangan seputar dugaan pencemaran limbah B3 tersebut. Hanya saja menurut Lukman, sesuai dari laporan Chevron, lahan yang tercemar tersebut merupakan lahan yang sudah dibebaskan oleh pihak PT Cvehron.

Sementara itu, menurut Lukman, Bapedalda sendiri mengambil data secara random (acak), sehingga berkemungkinan banyak data yang tidak tercover. "Mungkin akan kita tinjau, informasi dengan CPI sedikit berbeda. Sehingga susah kita mengambil keputusan untuk membuat suatu laporan, makanya kita akan turun ke lapangan. Namun menurut Chevron, lokasi di areal yang diduga tercemar tersebut, justru sudah dibebaskannya," terangnya.

Namun demikian, Lukman menegaskan, apa bila nanti sample tersebut positif tercemar oleh limbah milik perusahaan, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi. "Kalau memang perusahaan salah akan dikenakan sanksi," tegasnya. Ketika ditanya sanksi apa yang akan dikenakan, Lukman hanya mengatakan akan meneliti terlebih dulu. (ara)
Riau Mandiri, Rabu ,06 Juni 2007, Jam : 00:23 AM

PT CPI Tetap Menolak

Pembuangan Limbah di Luar Areal Pengolahan
PEKANBARU-PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menyatakan bersedia membersihkan kembali Sungai Pematang Pudu yang diduga telah tercemar dari limbah yang dilakukan oleh anak perusahaannya, PT Karya Lestari Perkasa. Meski demikian PT CPI tetap menolak tudingan jika pihaknya melakukan pembuangan limbah di luar areal pengolahan limbah mereka.

Sedangkan mengenai tuntutan ganti rugi materil dan non materil yang dituntut oleh masyarakat Suku Sakai, dari Kelurahan Pematang Pudu, Desa Petani dan Tonggal Delapan, Bengkalis, PT CPI mengatakan belum memiliki jawaban dan meminta rekomendasi hasil penelitian yang dilakukan Bapedalda Provinsi Riau terkait dugaan pencemaran ini. Termasuk menolak adanya anggapan munculnya kasus puluhan masyarakat di Tonggal Delapan, Air Jamban Mandau terkena penyakit kulit dikaitkan dengan dampak dari pencemaran limbah itu.

Hal itu terungkap dalam pertemuan yang digelar oleh Komisi C DPRD Riau untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat Suku Sakai ke DPRD Riau yang merasa terancam dengan adanya pencemaran limbah itu. Pasalnya sejak Sungai Pematang Pudu tercemar menyebabkan mata pencaharian masyarakat yang di antaranya menggantungkan penghidupan dari ikan di sungai itu menjadi berkurang. Pertemuan ini sekaligus guna meminta ketegasan dari PT CPI terhadap temuan komisi C DPRD Riau dan Bapedal Provinsi dengan ditemukannya empat titik pembuangan limbah non prosedural di luar areal pengolahan limbah.

Dalam pertemuan dipimpin Ketua Komisi C Robin P Hutagalung dan dihadiri lengkap anggota komisi itu tampak hadir utusan dari Bapedal Provinsi Riau, Bapedalda Bengkalis, Kepala BP Migas Sumbagut, Pimpinan PT CPI serta puluhan masyarakat Suku Sakai yang dikoordinatori oleh Iwan Basri dan Direktur Walhi Riau Jhony Setiawan Mundung.

Pertemuan itu sempat tegang dan agak panas, karena sejumlah anggota dewan tampak emosi dan silih berganti mencecar PT CPI dengan sejumlah statemen pedas. Apalagi dengan tidak adanya jawaban yang dinilai konkrit guna memecahkan persoalan melanda masyarakat Sakai itu.

Seperti dilontarkan oleh Abu Bakar Siddik, Syafruddin Saan, Suhardiman Ambi, Syarif Hidayat, Yulios dan lainnya. Bahwa mereka menilai seharusnya CPI berterima kasih kepada Riau dan lebih memperhatikan keadaan masyarakat di sekitar perusahaan itu berada. Selama ini ungkap Abu Bakar Siddik, CPI selalu mengkampanyekan sebagai perusahaan yang peduli dengan masyarakat dan lingkungan. Hal itu harus dibuktikan dengan memenuhi tuntutan masyarakat itu. Kalangan komisi C juga menyatakan kecewa dan mempertanyakan peran dari BP Migas yang dinilai hanya menerima laporan bersih dari PT CPI tanpa melakukan pengawasan rutin ke lapangan. Komisi C meyakini jika limbah itu memang milik PT CPI yang dibuang oleh PT KLP meski sebelumnya perusahaan itu berkelit limbah itu sudah ada sebelum terikat kontrak dengan CPI.

Wakil Ketua Komisi C Yulios mengatakan, tuntutan masyarakat itu hanya dua yaitu sungai mereka kembali dibersihkan dan berikan ganti rugi atas akibat limbah itu. Jika diperlukan dilakukan relokasi terhadap pemukiman masyarakat di Tonggak Delapan ke daerah lain, karena daerah mereka sudah dikepung oleh areal PT CPI.

Hal ini turut dikuatkan dari pengakuan Paino, perwakilan masyarakat Tonggal Delapan yang menyatakan siap pindah dari desa mereka itu secara keseluruhan asalkan ada jaminan pemukiman yang baru.

“Untuk keluar dan masuk saja kami sulit dan kami siap pindah untuk selamanya dari desa kami,” katanya dengan nada pasrah.

Pembuktian Medis Djati Susetya, perwakilan pimpinan CPI, meminta waktu selama satu pekan ke depan untuk segera mengambil langkah pembersihan. Soal adanya masyarakat terkena penyakit kulit, pihak CPI meminta adanya pembuktian secara medis. Untuk pengobatan, PT CPI menyatakan bersedia memberikan bantuan obat-obatan dan berkoordinasi dengan medis setempat.

“Soal pencemaran limbah kita tunggu rekomendasi Bapedal Riau dan perlu uji medis soal dugaan penyakit kulit itu,” kata Djati didampingi Hanafi Kadir, Humas PT CPI.

Ketua Komisi C DPRD Riau Robin P Hutagalung menyatakan, pertemuan dengan PT CPI dan masyarakat itu barulah sebatas mencarikan solusi terhadap tuntutan sosial dari akibat pembuangan limbah dan tidak serta merta menghentikan proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian. (yon)


Riau Mandiri, Jumat ,08 Juni 2007, Jam : 09:15 AM

Belum Semua Perusahaan Laporkan Amdal

Pekanbaru-Dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999, pasal 27, dinyatakan, setiap perusahaan wajib memberikan laporan analisis dampak lingkungan kepada Gubernur melalui Bapedalda. Namun hingga kini belum semua perusahaan di Riau melaporkan amdalnya ke Bapedalda Riau. "Hingga sekarang belum semua perusahaan yang melaporkan amdalnya," kata Kabid Amdal Bapedalda Riau Darjono, di ruang kerjanya, Kamis (7/60). Dikatakan Darjono, masih ada perusahaan yang mengaku laporan amdalnya langsung ke pusat atau ke pemerintah kabupaten/kota. "Kita imbau perusahaan tidak hanya melaporkan amdalnya ke kabupaten/kota saja, tapi juga ke provinsi. Kita sudah menyurati perusahaan-perusahaan yang melaporkan amdalnya ke provinsi tersebut," ujarnya.

Menurut Darjono, dari 134 perusahaan perkebunan di Riau, hanya 78 yang sudah melaporkan studi amdalnya. Sedangkan perusahaan pertambangan baru 14 perusahaan, kehutanan 19 perusahaan dan 2 perusahaan kertas. "Totalnya baru 93 perusahaan. Yang lainnya mungkin ke kabupaten dan kota. Padahal, berdasarkan PP No 27 Tahun 1999, semua perusahaan harus melaporkan amdalnya ke provinsi," kata Darjono.

Bapedalda, kata Darjono, telah memberikan surat teguran kepada perusahaan-perusahaan yang belum menyerahakan laporan amdal tersebut, Sedangkan perusahaan yang sudah melaporkan amdal telah diberikan feet back oleh Bapedalda.

Di tempat yang berbeda, Kabid Pengawasan dan Pencemaran Lingkungan Bapedalda Riau Makruf Siregar mengatakan, pengawasan dilakukan terutama untuk perusahaan yang berdampak pada lingkungan. Hingga Mei 2007 pihaknya baru melakukannya pada 25 perusahan. "Sebab melakukan pengawasan di 10 unit PT Chevron saja memakan waktu berhari-hari, karena 1 unit saja ada 5-10 titik," terangnya.

Pada ke-25 perusahaan tersebut, jelas Makruf, Bapedalda Riau tetap memberikan teguran dan diminta meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan limbahnya (.(ivi))
Riau Mandiri, Jumat ,08 Juni 2007, Jam : 09:45 AM

Tuntut Kesempatan Kerja

Warga Duri Sandera Ratusan Mobil Perusahaan
DURI - Ratusan kendaraan operasional dari 58 perusahaan yang beroperasi di bawah vendor PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Rabu (28/3) subuh sekitar pukul 05.00 WIB disandera sejumlah warga Melayu tempatan yang tergabung dalam 9 LSM di bawah pimpinan H Abdullah Syarif, Joko, dan Marmis. Aksi penyanderaan yang dipusatkan di halaman kantor Camat ini terjadi lantaran warga tempatan merasa sulit mendapatkan pekerjaan dan kesempatan berusaha di lingkungan kerja PT CPI Duri. Berbagai mobil operasional perusahaan yang melintas di sepanjang Jalan Sudirman Duri disandera dan dikumpulkan di halaman kantor Camat Mandau. Terlihat 20 unit bus dari berbagai perusahaan, di antaranya bus karyawan milik PT Sani Utama, PT SPA, PT Garda Tama, PT Bormindo dan lainnya. Sementara itu mobil jenis minibus, juga tak ketinggalan mobil operasional lokasi sekitar 130 unit. Menurut pimpinan aliansi LSM Duri tersebut, yang disandera adalah kendaraan dari 58 perusahaan yang beroperasi di ladang minyak PT CPI Duri. Tuntutan mereka tak lain agar PT CPI memanggil mitra kerjanya untuk mengadakan pertemuan dengan LSM terkait dua tuntutan, yakni kesempatan tenaga kerja dan kesempatan untuk ikut berusaha.

Menanggapi aksi warga tempatan ini berbagai pihak segera tanggap. Pertemuan antara PT CPI diwakili Iwan Tovani Ilyas yang didampingi Syafrun, dengan pimpinan aksi, segera dilakukan yang dimediatori Kapolres Bengkalis AKBP Edi Setyo Budi Santoso didampingi Wakapolsek Mandau Iptu James Sibarani, Ramlis, SH dari Disduknaker Cabang Duri, Camat Mandau H Rozali Saidun, SH serta Danramil 06 Mandau Kapt (Inf) H Anwar Ferry. Marmis salah seorang pimpinan aksi mengeluhkan cara rekrutmen perusahaan yang banyak mengambil naker dari luar daerah, bahkan tak memiliki KTP Duri sama sekali namun tetap bisa diterima. Pihaknya juga menegaskan, Pemerintah Kabupaten Bengkalis tak pernah memikirkan masyarakatnya terutama tenaga kerja. Akhirnya tak ada jalan lain, terpaksalah LSM ini bergabung untuk memperjuangkan hak-hak tempatan mereka. "Mohon maaf, apa sebenarnya kerja Pemerintah Kabupaten Bengkalis ini, mencarikan pekerjaan bagi masyarakatnya sendiri tak mampu membuat kebijakan, dan terpaksa kamilah masyarakt jua yang harus berjuang untuk anak-anak kami, dan ini suara hati nurani kami," Ujarnya. Namun Kapolres Bengkalis menyarankan agar hal ini dirundingkan dengan baik. Dan jangan aksi serupa dilakukan berlarut-larut, sebab bisa jadi investor takut melakukan investasi di kecamatan ini. Jika pun ada hasil dari perundingan nantinya agar dilaksanakan sebaik-baiknya. Namun dari kesepakatan awal bahwa PT CPI dan Disduknaker akan melakukan pertemuan dengan perusahaan vendor CPI pada 9 April mendatang di lingkungan PT CPI Duri. Aksi ini adalah rentetan panjang aksi-aksi buruh sebelumnya. Ketika itu sekitar 3 bulan lalu, aksi ini sudah pun digelar namun damai tanpa penyanderaan mobil, namun terkesan tuntutan tak digubris dan pertemuan tak kunjung dilanjutkan. Akhirnya LSM anak Melayu yang sudah berkolaborasi ini pun melanjutkan aksi dengan penyanderaan kendaraan karyawan. Dengan ekses ini kiranya dapat menggugah CPI untuk segera memanggil bisnis partnernya. Dan pimpinan aksi juga berharap pertemuan nanti juga bukan sekedar wacana seperti yang sebelumnya. (sus(sus)
Riau Mandiri, Kamis ,29 Maret 2007, Jam : 11:03 AM

Senin, 03 November 2008

Meditrans S40 Pertamina Kuasai 64% Sektor Industri di Riau

PEKANBARU-Hingga kini pelumas produksi Pertamina kuasi 64 persen sektor industri, khususnya industri di Riau. Di sektor ritel tingkat penguasaan pasarnya masih berada pada level 22 persen dengan produk unggulan Prima XP. Dari kedua sektor itu, omset yang diperoleh Pertamina mencapai Rp15 miliar per bulan.

"Market sharingnya berdasarkan angka untuk sektor industri di Riau sekitar 64 persen lebih dan sektor ritel pada level 22 persen dengan rata-rata pertumbuhan penjualan sekitar 4 persen per tahun,"kata Kepala PT Pertamina (Persero) Cabang pemasaran melalui sales Engineer Rayon II Pertamina Pemasaran Pekanbaru, Darwin, ketika dikonfirmasi, baru-baru ini, di Pekanbaru.

Sedangkan secara nasional market sharing untuk tahun 2006 lalu, pelumas Pertamina berada pada angka 57 persen dengan dengan produk unggulan Prima XP. "Sejak tiga tahun terakhir top brand pelumas produk Pertamina sudah beralih ke Prima XP, sebelumya Mesran Super. Bahkan di Riau, produk yang paling banyak digunakan adalah merek Prima Xp," terang Darwin.

Tetapi khusus untuk industri, pelumas Pertamina yang paling banyak digunakan adalah merk Meditrans S40, sementara pelumas untuk sepeda motor merek Enduro 4T dan sejumlah pelumas lain produk pertamina seperti Meditran SX, Translik, Masri RG dan Salyx.

"Sebagian besar sektor industri skala besar di Riau seperti PT Chevron 70 persen dari pelumas yang mereka gunakan merupakan pelumas produk Pertamina, tetapi untuk PT IKPP,RAPP dan AA masih sekitar 2 persen,"terangnya.

Dijelaskannya, realisasi penjualan pelumas produk pertamina sejak tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan, seperti tahun 2004 realisasinya untuk sektor industri dan ritel adalah 11.054 Kilo Liter (KL), tahun 2005 sebanyak 11.670 KL dan tahun 2006 lalu sebanyak 12.960 KL dengan rata-rata pertumbuhan 4 persen per tahun,"imbuh Darwin.(hai)
Riau Mandiri, Selasa ,03 April 2007, Jam : 21:40 PM

PT KLP Terbukti Cemari Lingkungan

DURI- Hasil penelitian sample limbah PT Karya Letari Perkasa (KLP) oleh saksi ahli, Dr. Ir. Wasis, M.Si. dari IPB Bogor, membuktikan telah terjadi pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan PT KLP, perusahaan pengolah limbah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Kapolsek Mandau AKP Alpen, Rabu (27/6), mengungkapkan, dari hasil penelitian saksi ahli dari IPB Bogor, diketahui konsentrasi zat kimia yang dibuang ke lingkungan oleh PT KLP melampaui ambang batas, terutama zat clorin dan sulfat yang masih tinggi. "Hasil yang disampaikan saksi ahli terbukti terjadi pencemaran lingkungan. Untuk itu kita sudah mengamankan satu tersangka yang diduga sebagai pelaku yang menyuruh membuang limbah padat dan cairan. Tersangkanya bisa saja bertambah, tapi siapa orangnya, kita tunggu saja," ujar Kapolsek Mandau, Rabu (27/6). Diungkapkan Alpen,sebelum hasil pemeriksaan tim ahli keluar, pihaknya sudah memanggil jajaran PT KLP maupun PT CPI. Namun panggilan itu masih sebatas saksi. Rencananya pihak kepolisian akan memanggil kembali saksi itu untuk mengembangkan penyidikan. "Masih banyak yang akan diperiksa. Bahkan saksi-saksi yang sudah diperiksa akan kita periksa ulang lagi. Baik pihak PT KLP maupun PT CPI. Tunggu saja dalam beberapa hari ini," ungkap Alpen.

Dari pemeriksa yang dilakukan, ujarnya, PT KLP hanya memiliki kontrak pengunaan alat instalasi pengolahan. Sementara izin pengolahan mereka belum memilikinya. "Ibarat orang punya kendaraan. STNK punya tapi SIM tak ada," ujarnya, seraya menegaskan bahwa hasil penelitian yang kini dipegangnya untuk kepentingan penyidikan dan tak ada kewenangan pihak lain untuk mempertanyakannya. ((sus))
Riau Mandiri, Jumat ,29 Juni 2007, Jam : 10:27 AM

Bappedalda Tunggu Hasil Tes Labmigas Jakarta

Pekanbaru-Bapedalda Riau tidak mau menangggapi hasil penelitian sampel limbah PT Caltex Pacific Indoensia (CPI) yang dikelola PT Karya Lestari Perkasa (KLP) di Pematang Pudu, Mandau, Bengkalis, yang dilakukan saksi ahli dari IPB Bogor. Bapedalda Riau tetap menunggu hasil tes sampel limbah dari Labmigas Jakarta.

"Hingga kini Bapedalda belum bisa memberikan komentar atas bukti yang ada pada Kapolsek Mandau. Karena hasil tes Labmigas Jakarta nanti akan berbicara sejauh mana pencemaran limbah PT Chevron mencemari Sungai Batang Pudu," kata Kabid Pencemaran Lingkungan Bapedalda Riau Makruf Siregar, kemarin (29/6). Sebagaimana diungkapkan Kapolsek Mandau AKP Alpen sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian sampel oleh saksi ahli dari IPB Bogor, limbah yang dibuang PT KLP dipastikan mencemari lingkungan.

Menurut Makruf, yang dapat membuktikan PT Chevron bersalah adalah pengadilan. Untuk itu pihaknya tidak mau berkomentar masalah hasil uji yang diterima kepolisian tersebut. "Tidak ada komentarlah, sampai uji Labmigas kami terima ," ujarnya. ((ivi))
Riau Mandiri, Sabtu ,30 Juni 2007, Jam : 10:45 AM

Kampar Tunggu Kepastian Pengelolaan Ladang Minyak Langgak

BANGKINANG-Pemkab Kampar hingga saat ini masih menungu perkembangan tentang kesepakatan pengelolaan lapangan minyak langgak di Blok MFK (Mountain Front of Kuantan).

Hal itu disampaikan Wakil Bupati Kampar Teguh Sahono menanggapi pertanyaan anggota DPRD Kampar dari PDIP Syafriadi terkait penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) 2006 di DPRD Kampar beberapa waktu lalu.

Dikatakannya wacana pengelolaan wilayah kerja pertambangan (WKP) MF dan K Blok yang didalamnya terdapat ladang minyak Langgak berawal dari telah berakhirnya masa kontrak pada 20 Januari 2005 dan 21 September 2004. Gubernur Riau memohon kepada Menteri Sumber Daya Meneral (ESDM) agar Provinsi Riau diberi kesempatan untuk mengelola MF dan K Blok melalui BUMD Provinsi Riau sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yakni surat Gubri Nomor 541/Distamb/91.6, 21 September 2004 tentang pengelolaan wilayah kerja Blok MF dan K di Riau. Teguh menjelaskan, sesuai dengan peta administrasi Provinsi Riau, wilayah kerja ladang minyak Langgak terdapat di kabupaten yakni Kampar dan Rokan Hulu. Pemprov Riau pada 24 Januari 2005 mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri yang intinya menyampaikan bahwa Provinsi Riau telah menyiapkan BUMD yang akan mengelola Blok MF dan K secara bersama-sama dengan Pemkab Kampar dan Rohul.

Hal itu ditindaklanjuti dengan digelarnya rapat koordinasi rencana pengelolaan ladang minyak Langgak di MFK Blok yang dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Riau.

Dalam pertemuan itu dihasilkan beberapa kesepakatan yakni untuk menunjuk BUMD provinsi yang sudah ada dan established sebagai pengelola ladang minyak Langgak di Blok MFK, Pemkab Kampar-Rohul dan Pemprov Riau akan mengajukan operator yang akan dipilih menurut ketentuan undang-undang yang berlaku. Operasional dibicarakan setelah BUMD yang ditunjuk sebagai pengelola terbentuk, jelasnya.

Hasil kesepskatan itu, Depdagri dan Bakosurtanal meninjau kembali ladang minyak Langgak untuk memastikan bahwa blok Langgak terletak di lintas Kabupaten Kampar dan Rohul. Pada 5 Juni 2006 dilakukan pertemuan antara Kampar, Rohul dengan Menteri Dalam Negeri untuk membicarakan rencana pengelolaan. Namun sampai saat ini hasil kesepakatan tersebut belum juga ada. Perkembangan terakhir dibuktikan dengan diperpanjangnya kontrak pemerintah pusat dengan PT Chevron Pacific Indonesia. Pemkab Kampar melakukan upaya menindaklanjuti perkembangan itu dengan mengirimkan surat kepada Pemprov Riau pada 7 Juni 2007, tutur Teguh Sahono lagi.

Menanggapi pertanyaan Syafriadi, tentang pembagian saham CPP Blok yang dikelola oleh Pemkab Siak, Teguh Sahono mengatakan bahwa Pemprov Riau masih menungu revisi Perda Siak tentang pengaturan prosentase pengelolaan saham PT Bumi Siak Pusako. Dalam Perda sebelumnya telah disepakati pembagian 65 persen untuk Siak dan 35 persen untuk Pemprov dan kabupaten lain seperti Kampar, Bengkalis, Pelalawan, Pekanbaru dan Dumai. ((domo))
Riau Mandiri, Selasa ,03 Juli 2007, Jam : 10:04 AM

Pemblokiran Arak Field CPI Berlanjut

DURI- Aksi pemblokiran kegiatan pembersihan lingkungan (clean up) di lokasi Arak Field, milik PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Bengkalis, yang dilakukan warga Sakai sejak Selasa (3/7), berlanjut kemarin (4/7).

Puluhan warga Sakai terlihat masih menduduki kawasan itu. Kendati hanya duduk-duduk di bawah pohon rindang sembari memasang karton-karton bertuliskan kecaman dan tuntutan kepada PTCPI, namun aksi warga ini membuat pihak PT Multistruktur selaku pelaksanaan proses clean up tak berani mengambil resiko. Karyawan dan operator alat berat hanya duduk disekitar areal dan tak berani melakukan aktivitas, namun sekitar pukul 08.30 WIB, pihak perusahaan menarik satu unit eskavator dari areal yang dibersihkan. Tindakan itu bisa diterima warga karena mereka memaklumi alat itu diperlukan di lokasi lain. Yang tak bisa ditolerir warga hanya kelanjutan proses clean up sampai ada kejelasan ganti rugi. "Yang kita harapkan proses pembersihan lingkungan ini sejalan dengan ganti rugi. Kalau kemudian ini hanya sekedar dibersihkan kita tak bisa terima, karena ini jelas ada indikasi pencemarannya. Kalau tak ada limbah kenapa ini dibersihkan," ujar perwakilan warga, Iwan Basri. Dijelaskannya, apa yang dituntut warga sangat beralasan. Warga hanya ingin kerugian moril dan materilnya dihargai. Jika bukan karena warga tentulah pengolahan limbah yang tak prosedural ini takkan terkuak. "Tidak ada batas waktu untuk aksi kami sampai tuntutan dibayarkan. Ibarat ayam mati di lumbung padi, sakai mati dikota industri. Dikota yang kaya raya, dikotanya sendiri," ujar Arden. Ditambahkan Iwan Basri, sesuai dengan arahan DPRD Riau yang ingin kasus ini diselesaikan secara musyawarah dengan mediasi Pemkab Bengkalis, warga Sakai juga menginginkan penyelesaian tersebut. Namun belakangan PT CPI memunculkan fakta penyelesaian ganti rugi harus melalui jalur hukum, pihaknya juga siap meladeni tantangan itu. "Kita mau menyelesaikan masalah ini melalui jalan musyawarah. Tapi kalau PT CPI mau membawa kasus ini ke pengadilan, kita siap," ujarnya lagi.

BKO Disiagakan Di tengah-tengah aksi yang terus berlangsung ini, sekitar pukul 11.00 WIB sekitar 9 anggota BKO Perintis Polres Bengkalis tiba di lokasi Arak. Kedatangan anggota BKO ini sempat membuat suasana agak tegang. Warga yang semula hanya duduk-duduk segera menghubungi warga lain hingga menjelang siang konsentarsi warga makin bertambah. "Kami siap dengan segala resiko. Mau dievakuasi silakan, kami tak takut," ujar Arden.

Beberapa anggota BKO yang dihubungi menjelaskan bahwa keberadaan mereka di Arak Field hanya untuk mengamankan lokasi. "Kami hanya diperintahkan siaga disini," ungkap mereka yang berjaga di pos penjagaan. ((sus).)
Riau Mandiri, Kamis ,05 Juli 2007, Jam : 09:56 AM

Soal Penafsiran Kesepakatan Kasus Limbah CPI

Komisi C Marahi Kepala Bapedal
PEKANBARU-Keberanian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Provinsi Riau menafsirkan sendiri hasil kesepakatan penyelesaian tuntutan masyarakat suku Sakai, membuat marah delapan anggota Komisi C DPRD Riau. Pasalnya, penafsiran itu justru berbeda dengan apa yang telah disepakati. Bahkan anggota Komisi C menilai Bapedal telah lancang menafsirkan sendiri kesepakatan masalah pencemaran limbah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Sungai Pematan Pudu, Mandau, Bengkalis tersebut. Kemarahan itu ditumpahkan sejumlah anggota Komisi C DPRD Riau dalam rapat dengar pendapat (hearing) dengan Bapedal Riau, Senin (9/7) untuk menindaklanjuti perkembangan penyelesaian pencemaran limbah dan ganti rugi terhadap masyarakat akibat dampak limbah itu. Rapat itu dipimpin Ketua Komisi C Robin P Hutagalung dan dihadiri Kepala Bapedal Riau Lukman Abbas dan Kabid Pencemaran Maaruf.

Anggota Komisi C Abu Bakar Siddik dan Syarif Hidayat menilai, Bapedal Prov telah lancang dengan menafsirkan sendiri hasil kesepakatan dicapai antara Komisi C, Bapedal Riau dan Bengkalis serta BP Migas (7/6) lalu. Di mana PT CPI diberikan waktu selama 7 hari sejak rekomendasi dikeluarkan oleh Bappeda membersihkan lokasi temuan limbah PT CPI yang dikelola oleh PT Karya Lestari Perkasa (KLP). Namun dalam surat Bapedal ke PT CPI memberikan waktu selama 45 hari dan 90 hari untuk membersihkan limbah padat dan cair yang ditemukan di 4 titik di luar instalasi pengolahan limbah di Arak Mandau. Demikian pula dalam masalah tuntutan ganti rugi, di mana PT CPI telah bersedia memenuhi ganti rugi asalkan berdasarkan rekomendasi dari Bapedal, namun rekomendasi itu tak kunjung dikeluarkan dengan alasan lembaga itu tak memiliki kewenangan.

“Jangan memandai-mandai membuat penafsiran sendiri, kesepakatan itu sudah jelas dan apa yang disepakati itulah yang dilaksanakan,” tegas Abu Bakar yang beberapa kali “menampar” meja membuat suasana menjadi agak tegang.

Demikian pula dengan Syarif yang menilai kekeliruan itu telah menyebabkan tuntutan masyarakat menjadi terbengkalai, sementara masyarakat terus mendesak penyelesaian masalah itu hingga tuntas.

Di pertemuan itu Syafruddin Saan terang-terangan menyatakan kekecewaannya atas kinerja Bapedal Riau dan meminta agar jangan sampai hal itu memunculkan anggapan ada yang bermain. Lontaran senada juga diungkapkan Robin karena Bapedal Riau terkesan menjadi membela CPI meski pihaknya tak menuding ada oknum Bapedal main mata dengan CPI.

Sementara itu Kepala Bapedal Lukman Abbas mengatakan, pihaknya tak ikut hadir dalam pertemuan sebelumnya sehingga tak tahu persis hasil kesepakatan itu. Namun dia juga menegaskan tak ada kewenangan Bapedal memutuskan ganti rugi bagi masyarakat. Dia turut membantah adanya tekanan intervensi dari pusat melindungi CPI.

Sejumlah alasan dikemukakan oleh Maaruf terkait dugaan pencemaran limbah itu turut dimentahkan anggota komisi C. Di mana Maaruf sesuai dengan teori dimilikinya tidak dapat menyimpulkan adanya pencemaran.


15 Hari
Dalam hearing itu akhirnya dicapai kesepakatan baru, di mana Bapedal Riau berjanji segera mengeluarkan surat rekomendasi mengenai ganti rugi terhadap masyarakat Suku Sakai yang terkena dampak limbah itu. Rekomendasi itu akan diberikan kepada Bapedal Bengkalis untuk menindaklanjutinya, termasuk menentukan siapa yang akan menerima ganti rugi itu. Batas waktu ganti rugi itu selama 15 hari kerja setelah dikeluarkan rekomendasi yang dipastikan Lukman Abbas dalam minggu ini diterbitkan.

“Selama 15 hari kerja, PT CPI diberikan kesempatan memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang terkena dampak pencemaran limbah itu,” kata Lukman Abbas.

Lukman turut meminta maaf kepada anggota dewan atas salah pemahaman itu dan menegaskan tak ada menerima dana apapun dari pihak perusahaan sebagaimana disinyalir anggota dewan. (yon)
Riau Mandiri, Selasa ,10 Juli 2007, Jam : 09:55 AM

Karyawan PT RBS Mogok Total

DUMAI–Seluruh karyawan perusahaan PT.Ratu Biru Sejati (RBS) yang bergerak di bidang golf course maintenance (perawatan dan perlengkapan lapangan golf) di PT Chevron Pacivic Indonesia (CPI) Duri dan Dumai, mogok total, Rabu (11/7). Keputusan sekitar 100 karyawan itu, karena pihak perusahaan dituding mengangkangi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja, seiring habisnya kontrak dengan pihak PT.CPI, manajemen hanya mengeluarkan pesangon sebesar satu bulan basis. Sesuai ketentuan, perusahaan seharusnya mengeluarkan pesangon sebesar dua bulan basis plus 15 persen tunjangan tetap. Seorang perwakilan karyawan Zulkifli alias Kep memaparkan, masa kontrak PT RBS dengan Chevron berakhir 31 Mei 2007 lalu. Kemudian, disambung kontrak baru terhitung 1 Juni 2007. ”Berakhirnya masa kontrak pertama, seharusnya perusahaan mengeluarkan hak-hak karyawan. Walaupun dengan kontrak baru saat ini karyawan lama tetap di pekerjakan, tapi bukan berarti pesangonnya tidak dibayarkan. Dengan keputusan perusahaan itu, jelas karyawan dirugikan. Kita sepakat menggelar mogok sampai tuntutan direalisasikan,” ujar Kep dan dibenarkan karyawan lainnya. Akibat kedua pihak ngotot dengan pendapat masing-masing, dilakukan pertemuan dengan Dinas Tenaga Kerja. Penyelesaian masalah yang menyangkut Duri dan Dumai dilakukan di Kantor Disnakersos Kota Dumai, sekitar pukul 10.30 WIB. Hadir pimpinan PT RBS Adam Malik, project manajer RBS Alamuddin, Kacabdisnaker Mandau Ramli, Kasi Syarat Kerja Disnakersos Dumai M.Fadly, dan perwakilan karyawan.

Pertemuan sekitar 1,5 jam itu, tetap tidak membuahkan kesepakatan. Kendati sudah diberikan arahan Disnaker, namun perusahaan tetap dengan pendiriannya. Mereka beralasan manajemen di Jakarta hanya menyepakati pembayaran pesangon satu bulan basis atau sekitrar Rp1,020 juta/karyawan untuk lokasi kerja di Duri. Sedangkan karyawan lokasi kerja Dumai dibayarkan sebesar dua bulan basis tanpa tunjangan tetap. Menyikapi ini, karyawan keluar ruang pertemuan dan akan terus menggelar aksi hingga tuntutannya direalisasikan. ”Kita akan tetap menggelar aksi. Percuma pertemuan kalau mereka (perusahaan) tetap dengan keputusan semula. Sebelumnya, Dirut PT RBS Zulfandi melalui telpon menyetujui pembayaran pesangon dua bulan basis ditambah 15 persen tunjangan tetap. Sekarang berubah lagi. Aktifitas lapangan golf akan kita lumpuhkan kalau tuntutan tidak direalisasikan,” ancam sejumlah karyawan. Kacabdisnaker Mandau Ramli saat ditemui usai pertemuan menyebutkan pihaknya sudah berupaya maksimal. Namun perusahaan ngotot dengan keputusannya. ”Itu harus dibayarkan 2 bulan basis ditambah 15 persen tunjangan tetap. Karena lintas kabupaten/kota, kita akan limpahkan ke provinsi. Dari aturan, perusahaan telah melanggar. Mereka tidak mau melaksanakannya,” ujar Ramlis. Dikatakan Ramlis, pihaknya masih memberikan kesempatan pada kedua belah pihak untuk berpikir. “Jika ada titik temu, mungkin bisa diselesaikan sebaik mungkin. Kalau tidak, Disnaker hanya mengacu pada aturan. Kita mungkin juga akan memberi masukan pada PT CPI terkait ini,” ujar Ramlis. Hal senada disampaikan Kasi Syarat Kerja Disnakersos Dumai M Fadly, yang menyebutkan pihaknya kemungkinan akan meneruskan persoalan tersebut ke provinsi.

Sementara pimpinan PT RBS Adam Malik saat dikonfirmasi memilih bungkam sambil berlalu menuju mobilnya. Begitu juga dengan Alamuddin yang berusaha mengelak. ”No comment, bukan wewenang saya,” ujarnya sambil berlari ke arah mobilnya. Pada sisi lain, Sekretaris SBSI Kota Dumai.F.A.Aritonang yang berada di luar ruang pertemuan menyebutkan sesuai pasal 156 ayat 2 UU nomor 13 tahun 2003, sudah dijelaskan pada poin B nya bahwa masa kerja lebih dari satu tahun atau kurang dari dua tahun pesangonnya dua bulan upah. (Fai)
Riau Mandiri, Kamis ,12 Juli 2007, Jam : 09:45 AM

Warga Tolak Ganti Rugi PT CPI

Dipotong 10 Persen
Minas-Masyarakat Minas menolak ganti rugi pembebasan lahan yang tercemar oleh limbah PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Pasalnya uang sagu hati pembebasan lahan tidak utuh diterima warga karena mesti dipotong 10 persen untuk setoran ke kecamatan.

Hal ini diungkapkan Ginonggom Simanjuntak, mediator perundingan penyelesaian sengketa lahan warga dengan PT CPI, Selasa (31/7) kepada Riau Mandiri. "Sangat kita sayangkan, warga kecewa karena uang yang akan mereka terima harus disetor 10 persen kepada pihak kecamatan," terang Ginonggom.

Dikatakan Ginonggom, demi menjaga iklim investasi di Kecamatan Minas, warga dengan dimediatori oleh tokoh masyarakat dan pemerintah telah berbaik hati pada PT CPI dan merelakan lahan mereka diganti rugi sesuai dengan tawaran yang diajukan perusahaan dan pemerintah, namun di saat perundingan telah usai, ternyata ada instruksi pemotongan atas masing-masing nilai uang yang diterima oleh warga dari Pemerintah Kecamatan.

"Dari aspirasi yang kita himpun nampaknya hasil perundingan ini akan kembali menuai masalah, karena warga tidak terima dengan pungutan yang diminta itu, dan lebih memilih lahan mereka dikembalikan saja seperti semula agar bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam guna menopang kehidupan warga yang masih tergolong miskin itu," terang Ginonggom.

Uang Administrasi Camat Minas Agustian yang dihubungi Riau Mandiri mengatakan, pemotongan atas intruksi dirinya selaku Pemerintah Kecamatan, karena uang tersebut sangat dibutuhkan untuk memperlancar urusan administrasi pemerintahan, mulai dari RT hingga kecamatan sehingga warga hanya menerima sesuatu yang telah bersih karena telah diurus pemerintah.

"Jawabannya Iya, kita yang intruksikan, karena uang itu akan kita pakai untuk biaya administrasi mulai dari tingkat RT hingga kecamatan, jumlah 10 persen menurut hemat kami tidaklah terlalu menyulitkan, bila warga dapat sagu hati Rp50 juta maka yang ditinggal untuk kecamatan hanya Rp5 juta, semua urusan administrasi dan surat menyurat pemerintah yang menyelesaikan guna menghindari klaim lain dikemudian hari," terang Agustian.

Ditambahkan Agus, sebenarnya yang menyulitkan warga saat ini bukanlah pungutan yang diminta oleh pemerintah melainkan setoran yang harus dibayarkan kepada oknum yang menjadi makelar pengurusan tanah ganti rugi itu kepada PT CPI.

"Tidak usah saya sebutkan namanya, tapi yang jelas warga pasti tahu, ya terserah pada warga kita, yang penting tugas pemerintah Kecamatan selama ini hanya untuk mengayomi, agar warga mudah dalam berurusan dan tidak tersangkut persoalan hukum tapi kalau mereka lebih percaya pada makelar perundingan ganti rugi silahkan saja," terang Agustian.(Al Ikhwan)
Riau Mandiri, Rabu ,01 Agustus 2007, Jam : 10:57 AM

Sakai Tuntut Kebun Sawit 1.000 Ha

Dugaan Pencemaran Sungai Batang Pudu

DURI-Warga Sakai menuntut PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) memberikan ganti rugi berupa 1.000 hektar, terkait dugaan pencemaran Sungai Batang Pudu oleh limbah perusahaan tersebut.

Tuntutan itu diajukan pada pertemuan lanjutan tim mediasi Pemkab Bengkalis dengan perwakilan warga Sakai, di ruang kerja Camat Mandau, Sabtu (4/8). Sebelumnya, Sabtu (21/7) lalu, warga melalui tim mediasi juga sudah mengajukan tuntutan sebesar Rp24 miliar kepada PT CPI. Tuntutan ini untuk mengganti kerugian 400 nelayan Sakai yang menggantungkan hidup di Sungai Pudu, dengan rincian 400 nelayan x 300 hari x 20 kilo ikan x Rp10.000.

Dibatalkannya tuntutan awal ini tentu mengundang pertanyaan dari pihak PT CPI dan tim mediasi. Kendati demikian mereka tetap merespon keluhan yang disampaikan warga Sakai untuk kemudian ditindaklanjuti kembali.

Pertemuan tersebut dipimpin Ketua Tim Mediasi, H Zakaria Yusuf didampingi sekretaris Drs H Nursidin Z. Asisten I Tatapraja Setdakab Bengkalis H Burhanuddin juga hadir. Mewakili camat Mandau Dansatpol PP H Amiruddin. Perwakilan PT CPI hadir lima orang, diantaranya Iwan Tofani Ilyas dari PT CPI Duri serta Deswandi Muzwar, Team Leader LBD (Local Business Development) dari Rumbai. Alvin Mauchant, Direktur PT Karya Lestari Perkasa (KLP), perusahaan pengolah limbah CMTF di lokasi Arak juga hadir. Sementara itu, dari warga terlihat hadir juru bicara Sakai, Iwan Basri serta beberapa pemuka, di antaranya Abdul Karim Bathin Betuah.

Pembicaraan alot mewarnai pembahasan tuntutan yang baru ini. Menurut perwakilan warga Sakai, Iwan Basri, mereka sudah melakukan rapat intern, untuk mengubah tuntutan tersebut dengan berbagai pertimbangan. "Kami tak menuntut lagi kerugian Rp 24 milyar, tapi yang kami butuhkan ganti kerugian dengan perkebunan kelapa sawit seluas 1.000 ha. Masing-masing warga sakai akan mendapat 2 hektar dari luas kebun ini," jelasnya.

Pengajuan tuntutan baru ini jelas menimbulkan pertanyaan dari tim mediasi dan PT CPI. Karena warga bersikeras tuntutan mereka adalah lahan perkebunan sawit, tim pun melakukan fasilitasi. Agar tuntutan baru ini jelas, tim minta agar tuntutan dibuat tertulis dan ditandatangani semua pihak. Ternyata sebelum kesepakatan ditandatangani perwakilan warga sudah lebih dahulu meninggalkan pertemuan.

Tim mediasi dan PT CPI cukup terperangah dengan aksi ini. Namun salah seorang tokoh sakai, M. Karim masih berada di ruang perundingan hingga berita acara pengajuan tuntutan masih bisa dilakukan. Saat tim istirahat siang di sanggar PT CPI Duri, beberapa perwakilan warga Sakai datang. Akhirnya berita acara pengajuan tuntutan ditandatangani lagi oleh perwakilan warga Sakai.

Dalam berita acara itu tercapai kesepakatan bahwa warga Sakai menuntut perkebunan kelapa sawit 1.000 ha. PT CPI akan mengkaji usulan ini untuk kemungkinan pelaksanaannya jangka panjang. Untuk jangka pendek, PT CPI menawarkan lapangan kerja, peluang usaha, peningkatan kapasitas kemitraan dan harmonisasi. “Permintaan Sakai dan tawaran CPI tersebut telah dituangkan dalam berita acara hasil pertemuan yang ditandatangani para pihak terkait,” ucap Agusrizal, Kasubag Pemberitaan Humas Bengkalis.(sus)
Riau Mandiri, Senin ,06 Agustus 2007, Jam : 11:41 AM

Warga 4 Kelurahan Tagih Janji PT CPI

Harapkan Akses Jalan

DURI-Warga di Kelurahan Air Jamban, Duri Timur, Babussalam dan Gajah Sakti, Kecamatan Mandau, yang tinggal berbatasan dengan ladang minyak PT Chevron Pacific Indonsia (CPI) Duri, menagih janji PT CPI untuk merealisasikan akses jalan bagi warga.

Hal itu terungkap dalam kunjungan Camat Mandau, H. Rozali Saidun, anggota DPRD Bengkalis H. Cholil Yahya dan H. Arwan Mahidin Rani serta perwakilan warga ke-4 kelurahan yang berbatasan dengan lahan PT CPI, Selasa (7/8). "Kami ingin mengetahui fakta tentang lahan masyarakat yang berbatasan dengan Chevron. Ternyata dari informasi warga, dulu ada janji dari Chevron untuk buat jalan jika pagar ditutup. Ini agaknya yang belum ada solusi. Kita minta warga buat surat resmi lagi ke Chevron," ungkap Rozali.

Menurut Rozali, dalam surat resmi yang nanti diajukan ke PT CPI, pihaknya menyarankan agar ini juga ditembuskan ke lurah, camat, DPRD Bengkalis dan Bupati Bengkalis untuk segera ditindaklanjuti. "Ini perlu dipertanyakan kalau memang ada janji," kata Rozali.

Diungkapkan Rozali, warga juga mengeluhkan bau gas H2S pada malam hari jika seminggu saja hujan tak turun.

Koordinator Media Relation PT CPI Tiva Permata, yang dikonfirmasi Rabu (8/7) menjelaskan PT CPI membantu pengerasan jalan di eks jalan powerline dan sebagian jalan publik lain yang selama ini dijadikan akses untuk keluar masuk perkampungan. "Jalan telah selesai dikerjakan dengan layak sekitar 2 bulan lalu," ujar Tiva.(sus)
Riau Mandiri, Kamis ,09 Agustus 2007, Jam : 10:20 AM

Pemkab Diminta Buat Surat Resmi Pengalihan

MINAS-Melepaskan areal konsensi di Minas, pihak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menunggu surat resmi dari Pemkab Siak. Selanjutnya Pemkab diminta proaktif menyelesaikan areal konsesi tersebut.

Hal ini dikatakan anggota Komisi I DPRD Siak Pangihutan Tambunan kepada wartawan Kamis (20/9) lalu. "Jika memang pihak PT CPI sudah mau menyerahkan, hendaknya pihak terkait di Pemkab bisa segera menyikapi hal ini. Apa lagi areal lahan konsensi terdapat dibeberapa tempat yang digunakan masyarakat, seperti pasar Minas dan komplek Masjid Fatah Minas," ujarnya.

Itikad baik perusahaan untuk menyelesaikan persoalan ini semestinya disambut baik. "Agar pembangunan di Minas bisa sesuai dengan yang diinginkan. Karena selama ini kondisi pasar Minas sudah tidak layak lagi, perlu pembenahan dan peremajaan apalagi ini pasar satu-satunya di Minas," papar Tambunan.

Apa lagi untuk menciptakan tata ruang kota , bangunan yang ada serta tempatnya sudah bagus. Ini dapat dimaksimalkan seperti pemakaian gedung sekolah yang ada di areal komplek masjid Al Fatah Minas. Karena pihak PT CPI bersedia menyerahkan lahan tersebut ke pihak Pemkab Siak yang telah memenuhi persyaratan dan ketentuan," lanjutnya.

Untuk itu Pagihutan meminta Pemkab Siak bisa secepatnya mengeluarkan surat resmi ke PT CPI untuk pengalihan. "Dengan adanya surat resmi dari Pemkab maka pembangunana bisa dikelola oleh Pemkab Siak. Apa lagi PT CPI tidak akan bisa melepaskan lahan karena BP Migas tidak akan menyetujuinya. Dengan adanya permohonan resmi dari Pemkab Siak maka PT CPI akan memiliki payung hukum untuk melakukan permohonan pelepasan lahan kepada pihak Pemkab Siak," terusnya.

Sementara itu GM Publik Affair PT CPI Minas H. Syarkawi mengatakan, tidak mempersulit warga yang ingin membangun daerahnya. "Pada dasarnya PT CPI tidak akan mempersulit apalagi sampai bersikeras untuk tidak menyerahkan lahan itu dengan berbagai alasan. Kalau memang lahan itu tidak lagi produktif dan ada aset PT CPI disitu serta sudah lama pula dipakai oleh masyarakat maka terlepas secara resmi atau tidaknya, PT CPI akan melepaskannya kepada pemerintah setempat. Ya tentu hal itu dilakukan sesuai ketentuan dan peraturan yang ada," ungkapnya.(Ali Masruri)
Riau mandiri, Sabtu ,22 September 2007, Jam : 09:57 AM

Wagubri Minta CPI Batalkan Pemagaran

Dinilai Rugikan Warga Tonggak Lapan
DURI- Wakil Gubernur Riau H. Wan Abubakar meminta PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) membatalkan pemagaran areal PT CPI yang menjadi jalan keluar masuk bagi warga Tonggak Lapan, Kelurahan Air Jamban, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Permintaan disampaikan Wagubri menanggapi keluhan warga saat kunjungannya untuk ketiganya ke Tonggak Lapan, Jumat (28/9). Kepada Wagubri, warga menyatakan menolak rencana pemagaran oleh PT CPI tersebut. Bahkan, warga menyatakan menutup kembali lubang-lubang dalam yang sudah digali para pekerja.

"Pemagaran oleh PT CPI itu kurang manusiawi, karena mempersempit ruang gerak warga. Apa salahnya jalan itu diberikan untuk warga. Jika alasannya untuk menjaga aset dan alat berat, kan ada security yang menjaga," tegasnya.

Diktakan Wan, dari kondisi yang ditemui dilapangan, pihaknya mengaku kecewa dengan tindakan PT CPI. Tanpa memikirkan masyarakat yang hidup berbatasan dengan perusahaan raksasa ini, PT CPI berencana memagar tinggi daerahnya. Untuk itu puluhan pekerja diturunkan menggali lubang-lubang sedalam 125 cm disepanjang jalan kerikil yang semula dimanfaatkan warga untuk keluar masuk perkampungannya. "Itu tidak benar lagi dan harus ditegur. Kita akan ambil tindakan dan minta klarifikasi secepatnya dari PT CPI," ungkapnya. Rencana pemagaran oleh PT CPI tersebut dalam waktu dekat sepertinya terwujud. Sekitar 40 lubang dalam untuk tiang-tiang panjang pagar itu sudah digali pekerja. Namun Jumat (28/9) sekitar 10 lubang galian itu ditutup warga kembali karena warga merasa mendapat "bekingan" dengan kehadiran Wan Abubakar. Para pekerja yang sedang melanjutkan pekerjaan tak berani berbuat banyak. Mereka hanya melihat aksi warga sembari beringsut pergi, khawatir ada imbas dengan kedatangan Wagubri.

Demi Keamanan
Koordinator CMR PT CPI Hanafi Kadir ketika dikonfirmasi kemarin mengatakan, PT CPI beroperasi dengan standar etika paling tinggi. CPI mendirikan pagar di sekeliling Duri Field demi keamanan dan keselamatan bersama, baik CPI maupun masyarakat di sekeliling Duri Field itu sendiri.

Pemagaran dilakukan di atas tanah CPI sendiri sehingga tidak merugikan masyarakat. Saat ini, pemagaran sudah sampai di tanah yg berbatasan dengan Tonggak Lapan. Sebagai persiapan, lebih dari enam bulan lalu CPI telah melebarkan jalan DSF di wilayah tersebut. Untuk memastikan agar masyarakat masih bisa menikmati jalan akses di dekat DSF meskipun nantinya pagar Duri Field berdiri di perbatasan.

Setengah jalan yg berada di dalam pagar DSF (jalan lama) digunakan untuk mendukung kegiatan operasi dan patroli keamanan, sedangkan setengah jalan di luar pagar (jalan hasil pelebaran) diperuntukkan bagi keperluan akses masyarakat di dalam kampung. Dengan adanya jalan hasil pelebaran itu, masyarakat tetap dapat beraktivitas seperti biasa, meskipun tidak menggunakan jalan Duri Field.

Perlu disadari, kata hanafi, bahwa Duri Field adalah kawasan industri yang sensitif dan beresiko. Untuk alasan keselamatan, kawasan ini hanya terbuka bagi para pekerja yang terkait dengan operasi lapangan. Setiap individu yang masuk ke Duri Field wajib mengetahui aturan keselamatan di kawasan tersebut dan menggunakan perlengkapan keselamatan diri. Bukti lain kepedulian dan rasa perikemanusiaan CPI, jelas Hanafi, adalah melakukan pengobatan massal bagi warga Tonggak Lapan, meskipn penyakit mereka tidak ada hubungannya dengan operasi CPI, bantuan pengerasan jalan di lingkungan Tonggak Lapan, pembangunan SD dan penyediaan tanah kuburan di dekat kawasan mereka. "Semua itu dilakukan CPI justru karena alasan kemanusiaan," ujarnya.(sus)
Riau Mandiri, Senin ,01 Oktober 2007, Jam : 10:21 AM

Keterangan Bapedal Beda dengan Warga

Dugaan Pencemaran Limbah KLP
PEKANBARU-Keterangan Kepala Sub Bagian Pencemaran Lingkungan Hidup Bapedalda Riau Maaruf, bahwa sudah ada perdamaian antara warga Pematang Pudu, Mandau, dengan PT KLP terkait kasus dugaan pencemaran limbah, dipertanyakan. Pasalnya, warga Pematang Pudu mengaku tidak pernah mencabut laporannya dari Polda Riau.

Anggota Komisi C DPRD Riau Abu Bakar Siddik mengatakan, pihaknya sudah menanyakan ke masyarakat Pematang Pudu, ternyata mereka tetap menuntut penyelesaian hukum kasus pencemaran oleh rekanan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) itu. "Meskipun nantinya ada perdamaian, tambah Abu Bakar, kasus pidananya tetap harus diproses karena telah terjadi pelanggaran berupa pencemaran lingkungan," kata Abu Bakar Siddik, Rabu (14/11).

Maaruf, dalam keterangannya di rapat kerja Komisi C dengan Bapedal Riau baru-baru ini mengungkapkan, dirinya pernah dipanggil penyidik Polri untuk saksi kasus ini dan dia mendapatkan informasi sudah ada perdamaian dan berkas aduan sudah dicabut masyarakat.

Padahal, kata Abu Bakar, ketika masyarakat menanyakan langsung kepada Kapolda Riau yang pada saat itu didampinggi Kasat Reskrim, diketahui kasus itu masih dirposes. “Kita juga heran, kok bisa berbeda-beda seperti itu. Jadi, siapa yang harus kita pegang,” ujar Abu Bakar.

Datangi Mapolda
Sementara itu, belasan warga Sakai dari Pematang Pudu, didampingi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Jonny Setiawan Mundung, mendatangi Mapolda Riau, Rabu (14/11). Mereka ingin memastikan informasi yang mereka terima dari Wakil Gubernur Riau Wan Abubakar, bahwa kasus dugaan pencemaran limbah B3 PT KLP yang mereka laporkan ke Polda Riau dihentikan penyidikannya.

Muhammad Nasri (35) tokoh pemuda suku Sakai, di Mapolda Riau, mengatakan, saat menghadap Wakil Gubernur Riau, Rabu lalu, mereka mendapat informasi bahwa kasus dugaan pencemaran yang dilaporkan masyarakat Suku Sakai, yakni LP/ 417/V/2007, tertanggal 7 Mei 2007 lalu, proses hukumnya dihentikan Polda Riau.

"Saat menghadap Pak Wan Abubakar, mereka dapat info kasus tersebut di SP3-kan. Makanya mereka datang ke Polda," imbuh Joni.

Dalam rapat tertutup yang digelar di ruang Dit Reskrim Polda Riau, mereka mendapat penjelasan dari penyidik bahwa kasus tersebut terus diproses. Pihak perusahan sudah beberapa kali diperiksa. Terkait kasus ini penyidik bahkan sudah meminta keterangan saksi ahli, yakni Prof. Dr. Alvi Sahrin, Dr. Ir. Basuki Wasis (IPB) dan Makruf dari Bapedalda Riau. "Setelah kita tanya langsung, ternyata info tersebut tidak benar," terang aktivis lingkungan hidup tersebut.(yon,tar)
Riau Mandiri, Kamis ,15 November 2007, Jam : 11:53 AM

Dewan Merasa Dikecoh

Pemprov Rekom PD SPR Kelola Blok Langgak
PEKANBARU-Pimpinan dan anggota DPRD Riau rupanya terkecoh terkait sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam menentukan BUMD yang mengelola Blok Langgak. Upaya wakil rakyat yang sangat concern terhadap permasalahan ladang minyak ini, terutama terkait pihak yang akan mengelolanya, akhirnya sia-sia belaka. Ternyata Gubernur Riau pada tanggal 24 Mei 2007 lalu secara diam-diam telah menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan hanya merekomendasikan Perusahaan Daerah Sarana Pembangunan Riau (PD SPR) sebagai pengelola Blok Langgak. Ladang minyak ini masa kontrak pengelolaannya dengan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) akan habis pada Januari 2008 mendatang. Rekomendasi kepada Menteri ESDM itu dilayangkan melalui surat Nomor 545/Distamben/06-14 dengan tanggal 24 Mei 2007. Sementara itu Sekdaprov Riau HR Mambang Mit maupun Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Riau M Yafiz terus “berkilah” bahwa sampai saat ini Pemprov belum menunjuk satu pun BUMD pengelola dan masih menunggu jawaban dari Menteri ESDM. Kepada Menteri ESDM, kata mereka, diajukan dua nama BUMD, PD SPR dan PT Riau Petroleum.

Gelagat ketidakberesan ini menimbulkan reaksi keras dari kalangan anggota DPRD Riau bahwa Pemprov Riau telah melakukan pembohongan publik dengan secara diam-diam merekomendasikan PD SPR untuk pengelolaan Blok Langgak. Bahkan melecehkan kelembagaan dewan karena keterangan diberikan selama ini bertolak belakang dari fakta di lapangan. Wakil Ketua DPRD Riau H. Suryadi Khusaini mengatakan sejak awal sudah ada ketidakwajaran dari gerak-gerik Pemprov yang terus ngotot memaksakan Blok Langgak itu kepada PD SPR. Harusnya Pemprov Riau kata politisi senior PDIP Riau ini bersikap terbuka dan tidak bermain dalam masalah ini. Untuk itu pihaknya mengecam kebohongan dilakukan Pemprov Riau itu.

“Ini bukti adanya ketidakwajaran dari ketidakjelasan selama ini. Gubernur sudah menyurati Menteri untuk meminta ditetapkannya PD SPR mengelola Blok Langgak. Ini kan pembohongan publik. Karena selama ini dikatakan belum ada,” kata Suryadi Khusaini, Selasa (4/12). Menurut Suryadi, tidak ada alasan bagi Pemprov Riau untuk memaksakan PD SPR mengelola Blok Langgak karena itu menjadi leading sektor BUMD perminyakan, PT Riau Petroleum. Jangan sampai katanya, keengganan terhadap PT Riau Petroleum dengan alasan suka atau tidak suka, tapi harus dasar profesionalitas.

Sebagai bagian dari pimpinan dewan, pihaknya akan membawa masalah ini ke rapat pimpinan dewan untuk mengambil langkah-langkah, karena tindakan main diam-diam itu secara tak langsung membohongi dewan, terutama komisi B. Nada keras lainnya muncul dari anggota Komisi B DPRD Riau Drs H Azwir Alimuddin dan H Syamsul Hidayah Kahar yang mengaku turut mencium adanya gelagat itu. Menurut Azwir, jika memang Pemprov menginginkan PD SPR harus terus terang dan segera tetapkan. Namun kenyataannya dilakukan diam-diam. Yang lebih fair itu tambah politisi PPP Riau ini, kedua perusahaan harus diuji melalui ekpos kesiapannya. Sayangnya hanya PT Riau Petroleum yang memenuhi dengan membawa serta investor PT Syabas Energy.

“Tunjukan kalau memang PD SPR itu mampu ekpos di depan dewan, yang penting jangan ada lagi membenani APBD kalau diserahkan ke BUMD,” kata Azwir Alimuddin. Sementara Syamsul Hidayah Kahar menegaskan, pihaknya tak mempermasalahkan BUMD pengelolanya, yang diperlukan itu siapa yang lebih siap dan sanggup. Untuk itu pihaknya menantang keduanya membuktikan hal itu, baik dengan mendatangkan investor maupun penjelasan pengelolaannya. (yon)
Riau Mandiri, Rabu ,05 Desember 2007, Jam : 08:39 AM

2008 Pemerintah Masih Andalkan Chevron

JAKARTA—Pemerintah masih mengandalkan produksi minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) untuk mencapai target produksi minyak sesuai APBN 2008 sebesar 1,084 juta barel per hari. Wakil Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Abdul Muin di sela pertemuan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dengan para pemangku kepentingan di sektor ESDM di Jakarta, Jumat (28/12) mengatakan, pemerintah mengharapkan Chevron berproduksi sekitar 441.000 barel per hari pada 2008. Angka produksi Chevron itu mencapai 40,7% dari target nasional 1,084 juta barel per hari.

"Chevron memiliki potensi itu. Kuncinya, tinggal menambah sumur dan melakukan perawatan saja," katanya. Selain Chevron, lanjutnya, pemerintah juga berharap pada produksi PT Pertamina (Persero) dan ConocoPhillips. Menurut dia, hampir di semua lapangan yang dikelola Pertamina memiliki potensi minyak cukup tinggi. Menyangkut Blok Cepu, Muin mengatakan, blok tersebut memang akan mulai berproduksi pada 2008.

"Namun, karena produksinya di akhir tahun, maka tambahan buat 2008 relatif kecil. Tahun 2009, Cepu baru akan memberikan sumbangan produksi cukup besar," katanya. Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi VII DPR, BP Migas menargetkan produksi 2008 direncanakan berasal antara lain dari Chevron 426.300 barel per hari, Pertamina 135.600 barel per hari, Conoco SNSB 59.400 barel per hari, Inpex 47.900 barel per hari, CNOOC 47.900 barel per hari, dan Total Indonesie 45.000 barel per hari.

Selanjutnya, Medco E&P Rimau 31.800 barel per hari, BP ONWJ 31.000 barel per hari, BOB CPP 28.000 barel per hari, Pertamina Hulu-PPI/JOA-JOB 25.100 barel per hari, Petrochina Jabung 23.000 barel per hari, dan JOC Pertamina-Mobil Cepu 17.200 barel per hari.

Selain lapangan yang sudah lama ada, BP Migas juga akan mengandalkan produksi minyak 2008 dari setidaknya 22 lapangan baru. Sebanyak 10 lapangan minyak di antaranya merupakan lapangan yang baru berproduksi pada 2008.

Ke-10 lapangan itu adalah North Duri, Kotabatak, Bekapai, Handil, Tunu 11A, Pulau Gading dan Sungai Kenawang, Fariz, Kuat, Singa, dan Tangguh. Sementara, 12 lapangan lainnya sudah mulai produksi awal 2007, namun akan mencapai produksi dengan jumlah yang cukup besar pada 2008. Ke-12 lapangan itu adalah SW Betara, Tunu 12, TSB, Ujung Pangkah, Soka, Fariz, NE Aja, Balam South, KE-32, KE-38, KE-39, dan KE-54.(ant,ral)
Riau Mandiri, Sabtu ,29 Desember 2007, Jam : 09:44 AM

Puluhan Pemilik Ruli Adukan Nasib ke Dewan

SIAK-Puluhan pemilik rumah liar (Ruli) di lahan eks PT Chevron Pacific Indonesia CPI), Kecamatan Dayun, Senin (7/1) kemarin mendatangi gedung DPRD Siak. Kedatangan mereka ke gedung dewan tersebut mengadukan pembongkaran ruli dan menuntut ganti rugi kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Siak. Kedatangan puluhan warga ini disambut Ketua Komisi I DPRD Siak Amir Abdurrahman dan anggota komisi lain seperti P. Tambunan, Yasril Sutan Marajo, Reni Nurita, Zalik Aries, Darmadi di ruang pertemuan DPRD Siak.

Menanggapi permintaan pemilik ruli, Ketua Komisi I DPRD Siak Amir Abdurrahman menyebutkan bahwa pengaduan warga yang mengaku tidak membangun di tanah Pemkab Siak ini akan dipelajari. Tuntutan ini akan ditindaklanjuti dan segera memanggil pemkab. Senada dengan Ketua Komisi I DPRD Siak, Wakil Ketua DPRD Siak Irvan Gunawan juga mencari jalan terbaik tentang kebenaran status tanah yang ternyata bermasalah. Namun ia berharap agar warga yang merasa tidak memiliki hak atas lahan tersebut untuk tidak berusaha mempersulit pemkab dalam menuntaskan pembersihan bangunan ruli di lahan pemerintah. "Selagi pemerintah benar dalam menjalan tugas dan mengikuti koridor serta ketentuan yang ada, maka akan kita dukung. Namun berkenaan dengan persoalan ini akan kita cari persoalan itu dimana letaknya," tegas Irvan.

Ikuti
Kepala Kantor Satpol PP Siak M. Arifin mengatakan, saat pembongkaran terjadi, warga pemilik ruli tenang dan mengikuti permintaan mereka. Hanya saja ucap Kakan Satpol PP ini, ada seorang warga bernama Mansur mengahalangi petugas yang akanmembongkar rumahnya. Tetapi setelah dilakukan perundingan, ia minta agar rumah itu dibongkar sendiri. Namun pada kenyataannya, menurut pengakuan Saroman Ketua BPD Desa Dayun, malam harinya puluha warga desanya melakukan perundingan untuk meminta kejelasan tentang rumah mereka yang sudah di bongkar. "Rumah yang sudah terbongkar berjumlah sekitar 40 rumah liar. Namun karena rumah itu dibangun buka di atas tanah miliki pemerintah yang pernah diserahka oleh pihak PT CPI. Maka kita minta ganti rugi," tegasnya. Tuntutan warga ini berpedoman pada surat berita acara serah terima penguasaan tanah tertanggal 10 September 2001 dari Vice Precident CPP PT CPI Ismatullah Gani kepada Wakil Bupati Siak Drs H Syamsuar ketika itu. Yang salah satu poinnya menyebutkan 550 meter lahan mulai dari Km 69 Perawang-Zamrud sampai ke Km 2 jalan raya Zamrud-Buton (+/- 8 Km) yang terletak disebelah kiri jalan Perawang-Buton, tidak termasuk area seluas 375 meter x 400 meter yang terletak di belakang camp PT CPI (Km 75) yang akan dipergunakan oleh PT CPI sebagai cadangan untukpengambilan tanah timbun. Sedangkan menurut informasi yang diperoleh warga Syahri selaku Panglima Laskar Melayu Bersatu Kecamatan Dayun, bahwa lahan yang pernah diserahkan itu tidak termasuk yang ada di Km 3. (cr02)
Riau Mandiri, Rabu ,09 Januari 2008, Jam : 09:28 AM

Produksi Minyak Riau Turun 8 Persen/Tahun

PEKANBARU-Cadangan minyak bumi Riau setiap tahunnya mengalami penurunan cukup tinggi. Penurunan produksi rata-rata berkisar antara 6 persen sampai 8 persen pertahun. Hal itu disebabkan usia sumur yang diekspoitasi sudah tua. Tahun 2007 silam, PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) hanya memproduksi minyak lebih kurang 400 ribu barel per harinya yang bersumber dari ribuan sumur minyak di wilayah Riau.

Manajer Policy Govertman Public Afair (PGPA) PT CPI, Djati Susetyo yang ditemui, Rabu (30/1) di Hotel Pangeran Pekanbaru mengungkapkan, pihaknya terus berupaya terus mencari ladang minyak baru. Caranya dengan melakukan pengeboran terhadap sumur yang lebih banyak (end hand oil recovery). Lebih Sulit
"Tantangan kita bagaimana menahan laju penurunan sehingga tidak turun tajam. Penurunan produksi ini karena sifatnya sudah tua, kalau sudah sampai puncaknya maka produksi minyak akan turun," kata Djati. Apalagi sumur minyak yang ada di Riau sudah ada sejak tahun 1973, diperlukan upaya membor sumur yang lebih banyak dan pemakaian teknologi yang lebih baik untuk menahan laju penurunan produksi tersebut.

"Mencari sumur baru itu lebih sulit, karena banyak daerah lain yang telah menemukan sumur minyak baru. Ke depan untuk menekan penurunan produksi minyak Riau perlu adanya pemakaian teknologi yang lebih baik dan perawatan peralatan yang sudah ada," tuturnya. Djati memprediksi produksi minyak Riau tahun 2008 ini juga akan mengalami penurunan cukup signifikan. Namun pihaknya terus mencoba untuk menekan angka penurunan tersebut dengan mentargetkan hanya sebesar 6 persen. (vit)
Riau Mandiri, Kamis ,31 Januari 2008, Jam : 11:06 AM

Chevron Ragukan Pemda Riau

Terungkap di Hadapan Wapres
PEKANBARU-Kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Rumbai, Pekanbaru, Kamis (7/2), ternyata membawa berkah bagi pemerintah daerah (Pemda) Riau. Dalam pertemuan dengan jajaran direksi CPI, terungkap bahwa selama ini perusahaan minyak raksasa tersebut ragu dengan Pemda. Selain enggan menjalin kerjasama, CPI juga tidak merelakan limbahnya untuk Pemda. "Seperti menyanyi Melayu, Tudung Periuk Air Terapung, Kain yang Buruk Berikan Kami untuk Penghapus Air Mata. Itu aja tidak dikasi, kain yang buruk saja tidak dikasi," ungkap Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Raja Mambang Mit ketika ditemui di kantornya, Jumat (8/2).

Acara pemaparan dan dialog Wapres Jusuf Kalla dengan jajaran Direksi Chevron sempat memanas saat menyinggung masalah lelang besi tua. Sebab, Gubernur Riau Rusli Zainal mengungkapkan bahwa selama ini Pemprov Riau tidak pernah dilibatkan dalam produksi hingga penjualan oleh PT CPI. Kekesalan Gubri tersebut bermula di saat Wapres Jusuf Kalla mendapatkan paparan dari direksi PT CPI hingga tentang penanganan pengelolaan limbah besi tua. Tiba-tiba, Wapres menyela "Kenapa Pemda tidak diikutsertakan?" tanya Wapres. Mendengar hal itu, Gubri pun langsung berujar bahwa untuk limbah saja pemerintah tidak kebagian.

Dikatakan Gubri juga, pihaknya sudah beberapa kali melayangkan surat kepada PT Chevron, dengan mengunakan nama Yayasan Pendidikan. Namun, hingga kini surat tersebut tak kunjung mendapat balasan. Ironis memang. Chevron yang sudah bertahun-tahun menggarap ladang minyak di Bumi Lancang Kuning ini, tidak memberikan kontribusi lebih kepada Pemda. Sementara, banyak ladang minyak yang sudah habis, untuk limbah besi yang harganya sudah tidak ada lagi pun Chevron tidak melibatkan Pemda. Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Raja Mambang Mit yang ikut hadir dalam pertemuan di ruang serba guna Chevron, ketika dikonfirmasi terkait dengan pemaparan tersebut mengungkapkan bahwa, Pemprov Riau telah terhitung tiga kali memasukkan surat untuk kerjasama dengan Chevron, yang antara lain mencakup kerjasama untuk melayani penerbangan setiap hari dari Jakarta-Pekanbaru, Jakarta-Dumai.

"Kita sudah masukkan penawaran tiga kali, lantas kita malahan diragukan karena tidak berpengalaman. Padahal selama ini pesawat RAL itu zero incident, tapi tidak disetujui," ungkap Mambang. Menurut Mambang, sejumlah alasan yang dikemukan Chveron kurang rasional. "Mungkin mereka punya alasan tertentu, tapi bagi kita rasanya ada hal-hal kurang rasional. Kita minta untuk dukung pendidikan, Pak Gubri sampai tiga kali kirim surat atas nama Yayasan Pendidikan tapi tidak dikasi," jelasnya. Dikatakan Mambang juga, seharusnya barang-barang yang sudah dihapuskan dan tidak memiliki nilai bagi perusahaan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

"Tapi itulah tidak dikasi. Menurut saya kalau barang yang sudah dihapuskan itu, nilainya sudah tidak ada lagi bagi perusahaan, sudah nol. Karena itu bisa dimanfaatkan bagi masyarakat, itu kita minta," katanya. Menurutnya, kata-kata Gubernur yang diungkapkan dalam pertemuan tersebut sudah bukan kekecewaan lagi. "Kalau kata-kata Pak Gub itu bukan kecewa lagi, ya seperti nyanyi Melayu tadi," sebut Sekda Sementara, Wapres Jusuf Kalla dalam kesempatan tersebut meminta PT CPI untuk memperhatikan Riau, karena daerah otonomi. Sedangkan pihak Chevron menurut Sekda pada saat tersebut hanya menanggapi dengan tawa.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Riau M Yafis ditemui di kantor Gubernur Riau, Jumat (8/2) juga membenarkan pemaparan di CPI yang sempat berlangsung memanas itu. "Iya, Gubri minta agar limbah kasilah untuk daerah," katanya.

Tak Berwenang
Sementara itu Manager Communication and Media Relations PT CPI Hanafi Kadir menjelaskan, CPI tidak berwenang soal pemanfaatan barang dan alat-alat eks operasi. "CPI beroperasi melalui mekanisme Kontrak Production Sharing dengan Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh BP Migas. Sesuai dengan isi kontrak, semua alat dan barang yang digunakan CPI untuk operasinya merupakan aset Pemerintah yang apabila tidak digunakan lagi harus dikembalikan kepada Pemerintah. Oleh sebab itu CPI tidak punya wewenang sama sekali atas pemanfaatan barang dan alat-alat eks-operasi tersebut pasca penyerahan," jelas Hanafi seperi dikutip dari riauterkini.com, kemarin. Kondisi tersebut, kata Hanafi, sangat dipahami oleh Pemda Riau sehingga proposal untuk penggunaan alat-alat dimaksud ditujukan Pemda Riau kepada Departement ESDM, bukan kepada CPI. Begitupun halnya dengan proposal kerjasama melalui Yayasan Pendidikan Riau yang intinya berupa pemanfaatan alat-alat eks-operasi CPI tersebut.

"Dalam kontrak pengadaan jasa transportasi udara untuk keperluan operasi CPI, seperti juga kontrak-kontrak jasa lainnya, kami harus mengikuti proses tender sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemenang ditentukan sesuai dengan aturan tender tersebut, ujarnya.( ara,rtc,ral)
Riau Mandiri, Sabtu ,09 Februari 2008, Jam : 09:41 AM

Pengawasan TKA Masih Lemah

Disnaker Kurang Tenaga
PEKANBARU- Pengawasan terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kota Pekanbaru hingga saat ini di nilai masih belum maksimal. Hal ini disebabkan keterbatasannya tenaga tim pengawasan TKA yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru yang hanya 5 orang. Dari data yang dimiliki Disnaker Kota pekanbaru periode Oktober 2007, jumlah perusahaan yang mengunakan jasa TKA berjumlah 27 perusahaan dengan 74 orang TKA. Dengan banyak jumlah perusahaan yang mengunakan jasa TKA di Kota Pekanbaru, jumlah tim pengawasan yang ditentukan dalam RPTKA oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) hanya 5 orang. Idealnya dalam menjalankan tugasnya Disnaker Kota Pekanbaru melakukan pengecekan setiap bulannya ke seluruh perusahaan. Namun di lapangan dengan keterbatasan tim yang dimiliki Disnaker Kota Pekanbaru hanya mampu melakukan pengecekan sebanyak 5 kali dalam satu bulan.

"Hal demikian sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan oleh perusahaan menyangkut pengunaan jasa tenaga kerja asing.Biasanya penyimpangan yang mereka lakukan adalah tidak terdaftarnya TKA dalam Jamsostek, Upah yang masih dibawah ketentuan UMP/UMK, kemudian tidak adanya laporan dari perusahaan itu sendiri," kata Yasmin Kasubdin Keselamatan dan Kesejahteraan Disnaker Kota Pekanbaru, Selasa (12/2). Katanya lagi, dengan kondisi yang ada saat ini, sangat tidak memungkinkan bagi pihaknya untuk melakukan pengecekan sebagaimana mestinya. Untuk mengatasi itu mereka tetap menungu pengaduan dari yang bersangkutan maupun dari masyarakat setempat. Namun pihaknya tetap akan berusaha semaksimal mungkin.

Menyangkut adanya perusahaan yang tidak mendafkatrkan TKAnya ke Disnaker, Kiking Tabrani, Kasi TKA, ketika ditemui mengatakan masih ada. " hal tersebut memang ada terjadi. Hanya saja hingga saat ini belum terpantau oleh kami. Karena dalam pengurusan izin mengunakan jasa TKA adalah wewenang dari Depnakertrans. Sedangkan untuk perpanjangan baru dilimpahkan ke provinsi. dissamping kurangnya tenaga pengawas di lapangan," ujarnya. Hingga saat ini, dari laporan yang diterima Disnaker Kota Pekanbaru perusahaan asing yang paling banyak menggunakan jasa tenaga asing adalah PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) sebanyak 27 orang. (cr2)

Pipa Air Panas Chevron Meledak

DURI-Pipa air panas milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Jalan Rangau Km 14 Simpang Heli, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Senin pagi (25/2) sekitar pukul 10.00 WIB, meledak. Semburan air panas setinggi 25 meter membuat warga berlarian ke dalam rumah. Air panas disertai bau menyengat tumpah ke badan jalan dan mengenangi rumah warga. Beberapa saat kawasan setempat dibanjiri air panas bersuhu antara 70 – 80 0 celcius. Semburan air panas yang mengenai kawasan radius 50 meter dari TKP, membuat tanaman dan ikan-ikan mati, termasuk ikan yang berada di kolam milik warga.

Tiga jam setelah semburan, kondisi air di kolam milik warga masih mengepulkan uap panas. Saksi mata yang melihat kejadian tersebut, Anggi (20) menuturkan, pada saat kejadian dia ditemani Tari (3) anak kakaknya sedang duduk di depan kios ponsel yang berseberangan dengan pipa air panas PT CPI. Tiba-tiba dari pipa terlihat keluar abu disertai pasir. Pipa langsung meledak dan menyemburkan air panas hingga melewati kabel power line milik PT CPI. "Semburannya melewati kabel listrik. Air langsung tumpah dan mengenangi halaman. Saya panik dan menyelamatkan diri lari ke dalam rumah," ujar Anggi yang mengaku trauma dengan kejadian yang dialaminya.

Menurut Anggi, semburan air yang disertai tumpahnya air ke halaman rumah seperti air bah. Dia yang tengah hamil muda, panik menyelamatkan anak kakaknya yang ketika itu sedang duduk bersama di depan kedai. "Dia (Tari-red) langsung saya tarik. Tempiasan airnya saya rasakan. Panas sekali," ujarnya seraya menunjukkan bagian samping wajahnya, Tidak hanya Anggi yang merasakan kalut dengan situasi itu.

Beberapa warga yang berada di sekitar TKP juga berlarian ke dalam rumah. Untung security PT ABB turun tangan. Jalan dua arah yang menuju TKP segera diblokir sementara waktu. "15 security PT ABB turun mengamankan jalan dari dua arah. Ada sekitar 15 menit jalan di-stop sampai semburan reda dan air tak mengalir lagi," ungkap security ABB Syafril yang ditemui di TKP.

Semburan air panas sekitar 15 menit tersebut mendapat penanganan serius dari pihak PT CPI. Aliran air langsung dimatikan. Beberapa saat setelah itu, alat berat dan pekerja pun diturunkan ke lapangan. Lokasi semburan dan pipa yang bocor segera diamankan dan diberi police line menunggu perbaikan. Babinkamtibmas Desa Petani Aiptu Jenial Yandra yang ditemui di TKP menjelaskan, dari pembicaraan dengan pihak PT CPI diketahui bahwa air panas disertai bau menyengat tersebut bersuhu 70–80 0 celcius dengan tekanan 200 PSI.

Semburan air yang mengenangi radius 50 meter tersebut membawa kerugian bagi sekitar 4 KK terdekat. Rosmiati (45) dan Cici (24) mengaku mengalami kerugian materi. Dua kolam yang berada di samping rumah cici dipenuhi air panas hingga ikannya mati mengapung. Air sumurnya juga tak bisa dimanfaatkan, karena sudah bercampur dengan air panas yang disertai bau menyengat. "Kolam ini merupakan gantungan hidup kami. Itu pula yang habis,"ungkap Cici yang tinggal di rumah berdinding papan. Pihaknya berharap ada perhatian serius dari pihak PT CPI.

Segera Diperbaiki
Manager, Communications & Media Relations Policy, Government & Public Affairs (PGPA) Hanafi Kadir ketika dikonfirmasi mengakui telah terjadi kebocoran pada pipa air (bukan minyak) di Km 15 Jalan Rangau, tepatnya dekat Stasiun Pengumpul Pematang. Menurut Hanafi, pipa tersebut mengalirkan air dari formasi Pematang untuk pasokan air di DSF sebagai pembangkit uap (steam generating).

"Segera setelah diketahui, aliran air segera dimatikan (shut down). Air yang tumpah disedot dan kebocoran segara diperbaiki. Diharapkan malam ini pekerjaan perbaikan pipa dapat dituntaskan," tegasnya. Dijelaskannya, pipa tersebut membentang di sepanjang koridor selebar 30 meter yang sudah dibebaskan, guna mengantisipasi kebocoran seperti yang terjadi pagi itu dan menghindari dampak negatif terhadap masyarakat.

Penyebab kerusakan masih dalam penyelidikan, termasuk dampak yang mungkin dapat merugikan masyarakat. "CPI akan bertanggung jawab jika kelak ditemukan kerugian masyarakat yang terbukti diakibatkan oleh insiden ini," tegas Hanafi. (sus)
Riau Mandiri, Selasa ,26 Februari 2008, Jam : 10:17 AM

PT Chevron tak Lapor ke Bapedal

PEKANBARU-Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau mengaku tidak mendapatkan laporan, terkait peristiwa meledaknya pipa air panas milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Kecamatan Mandau, Senin (25/2). "Tidak ada, tidak ada laporannya yang disampaikan ke kita," ujar Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Riau Lukman Abas usai pertemuan dengan Bakornas di kantor Gubernur, Selasa (26/2).

Menurut Lukman, selama ini pihak Chevron memang tidak pernah melaporkan peristiwa semacam itu kepada Bapedalda Riau. Seperti diberitakan sebelumnya, pipa air panas milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Jalan Rangau Km 14 Simpang Heli, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Senin pagi (25/2) sekitar pukul 10.00 WIB, meledak.

Semburan air panas setinggi 25 meter membuat warga berlarian ke dalam rumah. Air panas disertai bau menyengat tumpah ke badan jalan dan mengenangi rumah warga. Beberapa saat kawasan setempat dibanjiri air panas bersuhu antara 70 – 80 0 celcius. Semburan air panas yang mengenai kawasan radius 50 meter dari TKP, membuat tanaman dan ikan-ikan mati, termasuk ikan yang berada di kolam milik warga. Tiga jam setelah semburan, kondisi air di kolam milik warga masih mengepulkan uap panas.

Saksi mata yang melihat kejadian tersebut, Anggi (20) menuturkan, pada saat kejadian dia ditemani Tari (3) anak kakaknya sedang duduk di depan kios ponsel yang berseberangan dengan pipa air panas PT CPI. Tiba-tiba dari pipa terlihat keluar abu disertai pasir. Pipa langsung meledak dan menyemburkan air panas hingga melewati kabel power line milik PT CPI. "Semburannya melewati kabel listrik. Air langsung tumpah dan mengenangi halaman. Saya panik dan menyelamatkan diri lari ke dalam rumah," ujar Anggi yang mengaku trauma dengan kejadian yang dialaminya.

Manager, Communications & Media Relations Policy, Government & Public Affairs (PGPA) Hanafi Kadir ketika dikonfirmasi mengakui telah terjadi kebocoran pada pipa air (bukan minyak) di Km 15 Jalan Rangau, tepatnya dekat Stasiun Pengumpul Pematang. Menurut Hanafi, pipa tersebut mengalirkan air dari formasi Pematang untuk pasokan air di DSF sebagai pembangkit uap (steam generating). (ara)
Riau Mandiri, Rabu ,27 Februari 2008, Jam : 10:52 AM

CPI Dinilai Setengah Hati Tuntaskan Tanah Konsesi

Dumai-PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI) dinilai setengah hati untuk menuntaskan persoalan tanah konsesi yang hingga saat ini masih jadi polemik antara Pemko Dumai, PT CPI dan PT Pertamina.

Penilaian ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Kota Dumai H. Abdul Kasim, ketika ditemui, Senin (24/3) kemarin. Disebutkannya, tidak ada persoalan yang tidak selesai, jika PT CPI beritikad baik dan memiliki dokumen tentang tanah konsesi tersebut, dan berkoordinasi dengan Pemko Dumai, BPN, dan DPRD untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Pembahasan mengenai tanah konsesi PT CPI tersebut menurutnya, telah berulang kali dibahas sejak keanggotaan DPRD Dumai periode 1999-2004 lalu. Namun hasilnya tetap saja tidak ada. "Saya ingin tanah konsesi ini memiliki status yang jelas, notabene masih dikuasai PT CPI atau diserahkan pada Pemerintah Kota Dumai," ujarnya.

Dengan kejelasan status tersebut menurutnya, pembangunan yang akan dilaksanakan pemerintah dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan. "Kita dapat lihat di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta di pinggir jalan merupakan konsesi CPI, kondisinya bersemak, dan banyak gubuk liar. Hal itu tentu saja mengganggu keindahan kota ini," ujarnya.

Abdul Kasim meminta, pihak PT CPI membeberkan kebenaran tentang titik konsesi PT CPI. Selanjutnya memperjuangkan ke Pemerintah Pusat agar tanah itu diperjelas statusnya, apakah dikembalikan ke negara atau diserahkan pada pemerintah daerah. "Apabila status itu jelas, maka pemerintah dipastikan tidak pusing untuk memikirkannya. Namun sebaiknya tanah konsesi itu diserahkan pada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pembangunan," ujarnya.

"Ini persoalan klasik, tapi jika dibiarkan saja, kita khawatir akan semakin sulit diselesaikan. Sebaiknya pemko segera mencari solusi. Tanah konsesi yang terdapat di kota berpenduduk 225 ribu jiwa ini tidak saja kawasan penduduk, tapi juga lahan kosong yang tidak dipelihara atau lahan tidur," tambahnya.(lan)
Riau Mandiri, Selasa ,25 Maret 2008, Jam : 10:24 AM